Kronologi, Jakarta – Status saksi pelaku atau justice collaborator terhadap terdakwa Irwan Hermawan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 BAKTI Kominfo hingga kini masih mengambang.
Pasalnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor belum memutuskan menerima atau menolak permohonan JPU tersebut.
Padahal Irwan dinilai berjasa telah banyak menyeret para pelaku korupsi BTS ke meja hijau.
Saat dikonfirmasi terkait hal ini, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Sobandi menolak memberikan keterangan.
“Ke juru bicara PN Jakarta Pusat saja,” kata Sobandi saat dihubungi wartawan, Jakarta, Rabu (8/11/2023) malam.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendorong majelis hakim Pengadilan Tipikor mengabulkan permintaan JPU terkait justice collaborator Irwan Hermawan.
Boyamin menilai, berkat keberanian Irwan membuat skandal korupsi senilai Rp8 triliun itu bisa terbuka lebar.
“Apalagi kalau Irwan bsrstatus justice collaborator, tentunya dia bisa membuka lebih lebar kasus korupsi itu,” kata Boyamin, Selasa (7/11/2023).
Menurut Boyamin, kesaksian Irwan telah menyeret nama penting di negeri ini, mulai dari anggota BPK, anggota DPR dan lainnya.
“Kalau Irwan nggak ngomong kan mana bisa sampai ke BPK sampai ke yang lain-lain,” kata Boyamin.
Irwan Hermawan yang merupakan Komisaris PT Solitech Media Sinergy masih menghadapi tuntutan hukum cukup tinggi, yakni enam tahun penjara dan denda Rp250 juta serta uang pengganti Rp7 miliar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta jika denda tidak dibayar, maka Irwan harus menjalani hukuman tambahan selama 3 bulan penjara, dan apabila uang pengganti sebesar Rp 7 miliar tidak dibayar maka harta bendanya disita dan dilelang untuk memenuhinya.
Irwan Hermawan merupakan terdakwa yang berperan menutup kasus penyelidikan dugaan korupsi proyek Base Transceiver Station (BTS) 4G di Kejaksaan Agung. Irwan bekerja bersama orang kepercayaannya Windi Purnama mengumpulkan uang sesuai perintah eks Direktur Utama Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika, Anang Achmad Latif.
Irwan dinilai terbukti melanggar dakwaan kesatu primer Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua primer Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Irwan dan Windi mengumpulkan uang sebanyak kurang lebih Rp 243 miliar dari sejumlah perusahaan yang terlibat dalam proyek BTS 4G. Uang-uang itu diberikan kepada Menteri Pemuda dan Olahraga Ario Bimo Nandito Ariotedjo atau Dito Ariotedjo senilai Rp 27 miliar, staf ahli Wakil Ketua Komisi I DPR dari Partai Gerindra Sugiono, Nistra Yohan senilai Rp 70 miliar.
Uang itu juga diberikan kepada tim sukses Joko Widodo dalam kampanye Pilpres 2014, Windu Aji Sutanto sebesar Rp 75 miliar, uang untuk BPK yang diberikan kepada Sadikin senilai Rp 40 miliar, terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak Rp 43,5 miliar dan Direktur PT Pertamina, Erry Sugiharto senilai Rp 10 miliar.
Uang-uang itu diberikan kepada para pihak untuk mengamankan kasus agar tidak diselidiki oleh Kejaksaan Agung.
Editor: Alfian Risfil A