Kronologi, Gorontalo- Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Mohuyula Universitas Muhammadiyah Gorontalo membuat gebrakan tanam pohon dan bersih-bersih sampah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bionga-Kayubulan, Kelurahan Hutu’o, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo.
Program ini mengusung tema “Bumi Untuk Kita, Kita Untuk Bumi” dalam rangka Hari Lingkungan Hidup yang dirangkaikan dengan Milad ke 17 Universitas Muhammadiyah Gorontalo.
Program terlaksana atas dukungan Nusantara Fund serta kolaborasi dengan pemerintah daerah, BPDAS, Dinas Lingkungan Hidup dan SDA, Mapala Tilongkabila Universitas Gorontalo, komunitas pencinta alam, KNPI, Karang Taruna, Kambungu Beresi, BEM UMGo dan IMM.

Anggota Mapala Mohuyula selaku Penanggung Jawab Program Kegiatan, Rahmat Dani Buloto, menyampaikan “Bumi Untuk Kita, Kita Untuk Bumi” menjawab permasalahan dengan memperkuat peran masyarakat di Kelurahan Hutu’o sebagai pelaku utama pelestarian lingkungan. Masyarakat difasilitasi untuk mempertahankan wilayah dan kearifan lokal.
Mapala Mohuyula berkomitmen mendorong keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pengambilan kebijakan terkait lingkungan, karena keadilan ekologis tidak akan tercapai tanpa keadilan sosial. Melindungi bumi berarti melibatkan mereka yang paling terdampak sekaligus paling peduli.
“Gerakan penanaman pohon dan bersih sampah di sungai adalah upaya pelestarian lingkungan. Tujuan utama adalah untuk menjaga kelestarian sungai, mencegah banjir, dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat,” kata Dani, Sabtu 21 Juni 2025.
Bahaya Sampah Untuk Sungai
Dani menjelaskan, membuang sampah di sungai memiliki dampak negatif yang signifikan bagi lingkungan dan masyarakat sekitar sungai.
Selain dapat menyumbat aliran sungai, menyebabkan banjir, mencemari air, dan merusak ekosistem sungai, sampah dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan manusia.
“Kondisi sampah di sungai Kelurahan Hutu’o terbilang cukup parah. Berdasarkan catatan Mapala Mohuyula, terdapat 9 titik sampah dengan jumlah besar. Sampah-sampah ini berada dibelakan rumah yang dibangun dipinggir sungai di Lingkungan II dan III Kelurahan Hutu’o,” jelas Dani.
Sampah yang menumpuk di sungai tentu dapat menghalangi aliran air, terutama saat musim hujan, sehingga menyebabkan banjir di wilayah sekitar sungai, kata Dani.
Sampah tidak hanya memperparah dampak banjir. Pencemaran air tentu akan terjadi, terutama untuk jenis sampah plastik dapat melepaskan bahan kimia berbahaya dan mikroplastik ke dalam air sungai, mencemari air dan membahayakan organisme air serta manusia yang mengonsumsi air sungai.
“Bahkan sampah menjadi tempat berkembang biaknya bakteri dan patogen penyakit, serta meningkatkan risiko penyebaran penyakit melalui air. Sampah plastik dapat merusak ekosistem sungai, mengganggu rantai makanan, dan menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati,” tutur Dani.
Menurut dia, air sungai yang tercemar sampah dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti diare, kolera, disentri, tipus, dan penyakit kulit. Dalam kasus ini anak-anak dan orang lanjut usia menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dampak kesehatan akibat air sungai yang tercemar.
“Kami yakin dengan aksi kecil yang kami lakukan bisa melahirkan dampak besar jika masyarakat mau ikut terlibat secara aktif untuk perubahan lingkungan yang lebih bersih dan lestari,” tandas Dani.
Penulis: Even Makanoneng