Oleh: M Rizal Fadillah
(Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Setelah dicemplungkan Partai Golkar ke Jakarta dan dititipkan kepada KIM agar mendukungnya, ternyata Ridwan berada di ruang “kariweuhan”. Ia ditolak disana-sini oleh masyarakat Jakarta.
Penolakan Bamus Betawi, Jakmania, Mbah Priok dan banyak tempat atau komunitas lain menunjukkah Ridwan Kamil adalah “alien” bagi warga Jakarta.
Pasangan PKS-nya Suswono bukan barang laku jual. Jangankan menggigit yang ada ialah menggigil menjalankan perintah partai. Beban psikologis PKS dan Suswono adalah tega menyingkirkan Anies Baswedan sosok yang dicintai warga Jakarta. Mantan Gubernur DKI ini dinilai berhasil.
Suswono sibuk keliling ke warga PKS menjelaskan soal pilihan politik partai. Akar rumput PKS adalah pencinta Anies Baswedan.
Sebagai kader Golkar “karbitan” dan “loncatan” dari NasDem, Ridwan Kamil tidak nemiiliki akar di partai politik. Gerindra pun lepas hubungan emosional dengannya. Prabowo Ketum Partai Gerinda dan sebagai Presiden tidak semangat memperjuangkan Ridwan.
Partai-partai lain tentu lebih cair. Meski didukung oleh mayoritas partai di Jakarta sesungguhnya Ridwan Kamil itu kesepian alias sebatang kara.
Prabowo yang semakin akrab dengan Megawati menjadi ancaman baru. Deal Mega untuk dukung Prabowo adalah kemenangan Pramono-Rano di Jakarta.
Tanpa beban menyukseskan Ridwan-Suswono maka Ridwan akan dibiarkan berjuang berlenggang-lenggok sendiri. Prabowo faham masyarakat Jakarta tidak ‘welcome’ kepada Ridwan, dipaksakan juga akan jadi boomerang.
Gerakan coblos semua menjadi fenomena dan pertanda kekecewaan atas pembunuhan politik Anies Baswedan oleh partai-partai khususnya KIM yang merangkul tiga partai pendukung Anies Baswedan saat Pilpres.
Ridwan Kamil menjadi faktor penyebab dan sumber “pembunuhan” tersebut. Rezim harus memenangkan Ridwan Kamil. Itu awalnya meski “terpaksa” harus berpasangan dengan PKS. Ridwan sumringah.
Kesumringahan Ridwan hanya sementara, lapangan, lahan, area atau catwalk Jakarta bukan tempatnya. Rugi warga Jakarta jikapun harus punya Gubernur Ridwan Kamil. Jawa Barat dan Bandung pernah merasakan.
Ia gagal untuk dilempar menjadi Kepala Otorita IKN, sebagai Gubernur Jawa Barat kembali, gagal pula menjadi Menteri Kabinet Prabowo. Tinggal satu tempat tersisa yaitu Gubernur DKJ dan itupun tidak mudah untuk didapat.
Sebagai bukan putera daerah atau yang tidak pernah berkiprah di Jakarta tentu mempersulit dukungan. Ketika bukan lagi DKI maka faktor “asal muasal” tentu berpengaruh. Untuk kriteria ini dibanding Ridwan maka Si Doel lebih dapat diterima. Apalagi ternyata Ridwan Kamil memiliki track record buruk yakni pernah menista warga Jakarta.
The Jakmania merupakan faktor penting kemenangan. Penolakan oleh pasukan pendukung Persija ini sangat berpengaruh dan harus mampu diterobos Ridwan Kamil. Jika tidak, Ridwan akan jadi bola yang disepak sana sini.
Jakarta beriklim panas, salah berpola dan bertingkah maka Jakarta akan menjadi “killing field” bagi Ridwan Kamil.
Jakarta adalah provinsi berseberangan Jokowi karena dibuang dan kini ditinggalkan ke Kalimantan. Jakarta akan membalas dengan membuang Jokowi dan rezimnya. Semua yang berbau Jokowi akan segera ditendang.
Nah, Ridwan Kamil yang berada dalam ruang bau itu harus juga ditendang. Warga Jakarta akan bangkit dan berdiri pada martabat dirinya.
Penolakan dimana-mana atas Ridwan Kamil membuat moto yang bukan saja “Ini Medan, bung !” tetapi juga “Ini Jakarta, bung eh bang eh kang !”.
Jakarta itu “killing field” bagi Ridwan Kamil dan “coblos semua” adalah pemenangnya.
Bandung, 13 September 2024