Kronologi, Gorontalo – Komisi I DPRD Kabupaten Gorontalo menggelar rapat dengar pendapat bersama BPN Kabupaten Gorontalo menyusul aduan masyarakat Desa Huidu, Kecamatan Limboto perihal kasus 14 sertifikat hilang di kantor tersebut.
Agenda rapat tersebut dihadiri oleh mayoritas Anggota Komisi I DPRD. Turut hadir Kepala BPN Kabupaten Gorontalo Mega Putri Sari bersama sejumlah staf, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Desa Huidu Eman Sahami, serta masyarakat pengadu sertifikat hilang, Senin 19 Mei 2025.
Eman mengatakan, kronologi secara tertulis perihal 14 sertifikat hilang. Pada bulan September tahun 2020 warga Desa Huidu mengajukan berkas PTSL ke Kantor BPN Kabupaten Gorontalo.
“Total pengajuan berkas permohonan sertifikat tanah sebanyak 134 bidang tanah yang terbagi menjadi 3 tahap,” kata Eman dalam rapat dengar pendapat.
Jumlah bidang tanah pada tahap pertama sebanyak 70 bidang. Tahap kedua, 46 bidang. Kemudian pada tahap ketiga sejumlah 18 bidang tanah. Syarat dokumen yang harus dipersiapkan warga meliputi formulir permohonan, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon, serta dan dokumen pendukung lainnya.
Proses administrasi, pengukuran tanah, dan masa tunggu hingga penerbitan sertifikat terhitung sejak bulan September sampai Desember 2020. Pada tahun ini warga menunggu informasi penyerahan sertifikat dari BPN Kabupaten Gorontalo.
Tepat di tanggal 5 Januari tahun 2021, Presiden Joko Widodo menyerahkan secara simbolis sebanyak 120 sertifikat kepada warga Desa Huidu. Acara penyerahan berlangsung di Grand Palace Convention Center (GPCC) Kota Gorontalo.
“Di sini, tersisa 14 sertifikat belum diserahkan, lalu pemerintah desa mendatangi kantor BPN Kabupaten Gorontalo. Pihak BPN Kabupaten Gorontalo mengira bahwa 134 sertifikat tanah telah diserahkan pada acara di Grand Palace Convention Center (GPCC), Kota Gorontalo,” ujar Eman.
Setelah menerima informasi 14 sertifikat belum diterima warga, BPN berupaya mencari 14 sertifikat itu di kantor BPN Kabupaten Gorontalo. Di temani aparat desa, upaya pencarian sertifikat tidak menghasilkan apa-apa.
“Kepala BPN Kabupaten Gorontalo, pak Lukman, meminta (warga) untuk membuat surat pernyataan kehilangan sertifikat dari desa. (Di sini) seolah-olah sertifikat hilang ditangan pemilik masing-masing,” ungkap Eman.
“Setelah proses pembuatan surat pernyataan hilang dilaporkan ke kantor kepolisian (Polsek Limboto Barat). (Sampai saat ini) tidak ada tindak lanjut (dari BPN Kabupaten Gorontalp) hingga tahun 2025,” imbuh Eman.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Komisi I DPRD, Iskandar Mangopa, menyampaikan kasus 14 sertifikat hilang melahirkan tanda tanya tentang layanan pengurusan sertifikat tanah di BPN Kabupaten Gorontalo.
“Kalau misalnya lupa cetak sertifikat mungkin masih bisa ditolerir, tapi ini beda, kehilangan 14 sertifikat (di kantor BPN). Lalu ke mana sertifikat itu?” tanya Iskandar.
Anggota DPRD empat periode ini mengaku khawatir dengan beragam kasus yang sering terjadi dalam pengurusan sertifikat tanah. Contoh kasus yang paling marak seperti orang yang membantu malah menjadi pemilik tanah. Ia berharap kasus serupa tidak terjadi di Kabupaten Gorontalo.
“Kita lihat di mana-mana, di media elektronik contohnya, ada masyarakat yang minta bantuan orang lain dalam pengurusan sertifikat. Lalu kemudian dalam perjalanan sebagian tanah pun telah berpindah tangan kepemilikan,” ungkap Iskandar.
Di tempat yang sama, Kepala BPN Kabupaten Gorontalo Mega Putri Sari, tak menampik ihwal 14 sertifikat hilang. Ia mengatakan telah menerima kronologi sertifikat hilang seperti yang disampaikan pemerintah desa setempat.
“Sebelum ke sini (DPRD), saya minta ( ke petugas BPN) dibuatkan kronologis (sertifikat hilang). Kurang lebih kronologisnya yang persis seperti yang disampaikan pemerintah desa. Jadi hari ini mudah-mudahan ‘obat’ (solusinya) ada,” ucap Mega.
Mega menuturkan, jika 14 sertifikat milik warga Desa Huidu belum diserahkan oleh petugas BPN, maka warga diharapkan membuat surat pengakuan belum pernah menerima sertifikat tanah.
“Saya khawatir jangan sampai bapak-ibu pernah menerima, tapi bilangnya tidak. Kita kan di sini tidak saling mengetahui. Jadi tolong saya di bantu dengan membuat surat tidak pernah menerima sertifikat ini,” tandas Mega.
Penulis Even Makanoneng