Kronologi, Jakarta – Laporan Eks Presiden ke 7 dan pengacaranya ke Polda Metro Jaya, dalam kasus tudingan ijazah palsu, dengan bukti-bukti kumpulan konten-konten di media sosial, dan berupa fotocopy ijazah, print out legalisir, serta fotocopy cover skripsi tidak dapat ditindaklanjuti Polda Metro Jaya. Terkecuali, pelapor menunjukkan Ijazah Asli, dan Skripsi Aslinya.
“Bagaimana mungkin penyidik memeriksa orang yang dilaporkan Eks Presiden ke 7 tersebut, sementara penyidik belum melihat keaslian dari Ijazah dan skripsi asli dari pelapor?, kata Direktur Eksekutif Komisi Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I), Tom Pasaribu, Jumat (16/5/2025).
“Lantas apa yang menjadi pegangan Polda Metro Jaya dan penyidik? Untuk menindaklanjuti laporan tersebut?,” ujar Tom.
Menurut Tom, seharusnya Polda Metro Jaya ataupun penyidik harus melihat secara langsung ijazah dan skripsi pelapor baru laporan tersebut dilanjutkan?
“Bagaimana kalau ijazah dan sikripsi Eks Presiden ke 7 tersebut juga ghoib seperti mobil Esemka? Apa Polda Metro Jaya mau bertanggungjawab?,” imbuhnya.
Ditegaskannya, jangan karena alasan takut atau tidak enak hati, sebab pelapor adalah eks Presiden ke 7 lalu mekanisme tatacara pelaporan harus dilanggar, dan mencari-cari mangsa yang bisa dikorbankan.
“Sudah sebaiknya Polda Metro Jaya menghentikan laporan yang dilakukan eks Presiden ke 7 dan pengacara tersebut atas tudingan ijazah palsu,” tegas Tom.
Selanjutnya Tom mengatakan, Polda Metro Jaya justru harus segera menangkap eks Presiden ke 7 dan pengacaranya atas pernyataan dan pengakuan Bapak Kasmudjo, bahwa beliau bukan dosen pembimbing Joko Widodo, bahkan belum pernah melihat ijazah dan skripsi Joko Widodo.
Sementara Joko Wododo ketika menjabat Presiden dengan menggunakan atribut ke Presidenan dalam sebuah acara di UGM mengaku bahwa Ir. Kasmudjo adalah dosen pembimbingnya, bahkan Joko Widodo mengatakan dulu Pak Kasmudjo galak, ketika dosen pembimbing saya, entah berapa kali bolak-balik ketemu Pak Kasmudjo.
“Polda Metro Jaya tidak perlu menunggu laporan dari masyarakat, untuk menindaklanjuti pernyataan dan pengakuan Bapak Ir. Kasmudjo, karena keterangan beliau sudah kuat untuk menangkap Joko Widodo,” cetus Tom.
Kalau Polda Metro Jaya tidak menangkap eks Presiden ke 7 dalam tempo 3 × 24 jam sudah sebaiknya Kepolisian Republik Indonesia dibubarkan, atau seluruh pejabat Polri diganti untuk menjaga agar Negara tetap kondusif.
Saatnya Polri melalui Polda Metro Jaya menunjukkan sikap, apakah masih bertugas mengayomi rakyat atau hanya patuh kepada eks Presiden ke 7? Silahkan buktikan dari kinerjamu.
“Kalau Polri butuh bantuan undang saya, sambil ngopi kita bahas rumusnya,” pungkas Tom Pasaribu.
Kasmudjo Akui Bukan Dosen Pembimbing Skripsi Jokowi
Sebelumnya, Kasmudjo, mantan dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) mengaku dirinya bukan dosen pembimbing skripsi Jokowi.
“Bukan sama sekali,” kata Kasmudjo di kediamannya, Pogung, Mlati, Sleman, DIY, Rabu (14/5/2025) sore.
Ia mengungkap kariernya di UGM sebagai calon dosen dimulai pada 1975 silam. Saat Jokowi kuliah tahun 1980-1985, dia masih menjadi dosen golongan IIIb atau asisten dosen, sehingga belum boleh mengajar langsung dan hanya diperkenankan memberikan pendampingan kepada mahasiswa.
Interaksinya sebagai asisten dosen dengan mahasiswa kala itu hanya sebatas membantu memahami mata kuliah atau teori-teori pada buku. Baru tahun 1986 dia naik jadi golongan IIIc.
“Kalau selama Pak Jokowi kuliah itu saya hanya mendampingi, saya mengikuti yang saya dampingi. Saya tidak tidak boleh membuat atau melakukan pelajaran-pelajaran sendiri,” katanya.
Kasmudjo juga mengaku, dirinya ama sekali tak tahu perihal ijazah sarjana Jokowi yang belakangan ramai disorot.
Dia juga tidak bisa bicara banyak soal isu ini lantaran sama sekali belum pernah melihat langsung ijazah yang diperdebatkan. Demikian pula proses kelulusan Jokowi itu sendiri, Kasmudjo mengaku tak terlibat aktivitas pendampingan penyusunan skripsi yang bersangkutan.
“Mengenai ijazah, saya tidak bisa cerita karena saya tidak membimbing (skripsi), tidak mengetahui, tidak ada prosesnya, karena pembimbingnya itu Prof. Sumitro. Pembantunya dan yang nguji ada sendiri, jadi kalau mengenai (tuduhan) ijazah sampai palsu itu saya tidak bisa sama sekali cerita,” bebernya.
“Jadi kalau itu nyangkutnya ke ijazah palsu ya ke situ, kalau saya pembimbing akademik pelajaran-pelajaran yang secara umum ya enggak bisa (disangkutpautkan),” katanya.
Kasmudjo Tak Siap Hadapi Sidang Gugatan Ijazah Jokowi
Selain itu, Kasmudjo juga mengaku tidak siap mengahadapi gugatan sidang ijazah palsu Jokowi. Ini terkait diringa yang juga jadi pihak tergugat di kasus yang sama.
“Ndak siap. Soalnya menghadapi macem-macem itu saya belum pernah,” ujarnya di Pagung Kidul, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman, Rabu (14/5/2025).
Kasmudjo menjelaskan, ia telah berkomunikasi dengan Fakultas Kehutanan UGM mengenai masalah ini. Menurutnya, semua hal terkait perkara ijazah, termasuk gugatan, diserahkan kepada Fakultas Kehutanan untuk memberikan penjelasan.
“Saya sudah kontak sama Dekan Fakultas Kehutanan, Pak Sigit. Segala sesuatunya terkait, apakah itu urusan ijazah, urusan perdata, atau urusan sebagai wakil untuk memberi penjelasan, semua dari fakultas,” ucapnya.