Kronologi, Pohuwato – sejumlah massa aksi yang mengatasnamakan Barisan Rakyat Untuk Keadilan (Barakuda), menggelar unjuk rasa di Kantor DPRD Pohuwato pada Kamis, (7/11/2024).
Kedatangan massa aksi tersebut meminta agar pemerintah daerah dan DPRD Pohuwato bertindak tegas terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan PT. Inti Global Laksana (IGL) dan Bayan Tumbuh Lestari (BTL) yang ada di Kecamatan Popayato Timur.
Menurut Koordinator Lapangan (Korlap), Sonnie Samoe, dalam peraturan perundang-undangan bahwa tiga tahun sesudah Hak Guna Usaha (HGU) diberikan, maka plasma harus direalisasikan oleh perusahaan.
“Sampai hari ini tidak direalisasikan oleh IGL, BTL. Pertanyaannya, pemerintah kita lagi apa, tidur kah atau memang mereka lagi kekenyangan disogok oleh perusahaan ?,” katanya.
Sejak tahun 2013 lanjutnya, HGU telah diberikan kepada perusahaan, maka seharusnya pada tahun 2016 plasma masyarakat sudah direalisasikan.
“Ini sudah tahun 2024. Sudah 8 tahun ini diabaikan pemerintah,” jelasnya.
Padahal kata Sonnie, pelanggaran terhadap tidak direalisasikannya plasma itu yakni, denda, penghentian sementara hingga berujung pada pencabutan izin perusahaan.
“Sekarang, di tahapan mana pemerintah memberikan sanksi setelah 8 tahun pelanggaran ini. Sehingga pantas kami publik menganggap Pemerintah selama ini kekenyangan menerima uang sogok. Kenapa kalian diamkan ini. Jangan biarkan undang-undang ini diremehkan atau dilecehkan oleh siapapun,” ucapnya.
Sehingga sambungnya, pihaknya meminta agar anggota DPRD Pohuwato segera menyelesaikan persoalan plasma yang sudah berlarut-larut tersebut jika benar-benar bekerja untuk rakyat.
Tidak hanya itu, Sonnie, juga mengatakan bahwa para pejabat publik yang sering memuji kehadiran perusahaan tersebut harus diberikan pelajaran. Sebab kata dia, pejabat publik tidak bisa secara sembarang menyampaikan argumentasi nya tanpa dasar yang kuat, agar masyarakat tidak tersesat atas pendapat tersebut.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Pohuwato, Nasir Giasi, juga mengaku berdosa karena sudah beberapa periode berada di DPRD belum bisa menyelesaikan persoalan tersebut, khususnya terkait plasma masyarakat.
“20 persen yang menjadi hak rakyat, satu sen pun sampai dengan hari ini belum ada yang ditunaikan oleh pihak perusahaan,” bebernya.
Tak hanya soal plasma kata Nasir, Pendapat Asli Daerah (PAD) juga saat ini tengah menjadi sorotan. Sebab kata dia, meskipun ekspor yang dilakukan oleh perusahaan itu sudah bernilai ratusan miliar, namun PAD nya masih terlalu kecil. Itu pun sambungnya, PAD tersebut hanya bersumber dari listrik.
“Kurang lebih 100 juta per tahun, itu pun dari sumber listrik. Masih terlalu kecil,” keluhnya.
Selain itu, Nasir juga menegaskan bahwa pihaknya tidak hanya berdiam diri terkait persoalan plasma yang menjadi tuntutan massa aksi tersebut.
“Tapi, seperti dianggap sebagai angin berlalu, tanpa ada aplikasi, tanpa ada realisasi di lapangan (oleh pihak perusahaan), khususnya mengenai plasma,” kata dia.
Sehingga itu kata dia, atas nama seluruh fraksi dan komisi III, mengusulkan kepada pimpinan DPRD Pohuwato untuk secepatnya menindaklanjuti tuntutan massa aksi lewat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan menghadirkan pihak perusahaan.
“Kalau memang tidak di dengar, karena sudah berulang kali dilakukan RDP oleh pemerintah dan DPRD, mungkin sudah ada pencabutan izin yang bisa kita rekomendasikan ke kementerian untuk menunjukkan tanggung jawab kita sebagai wakil rakyat,” pungkasnya.