Kronologi, Jakarta – Aktivitas judi online di Indonesia kian merebak ke berbagai lapisan masyarakat. Bahkan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat, pemain judi online sudah menyasar sampai pada ibu-ibu rumah tangga di pedesaan.
Kepala Biro Humas PPATK, M Natsir Kongah menyebut, beragam modus untuk menggaet korban terus dilancarkan. “Kita mencatat pemain judi online mulai dari anak-anak, pelajar, mahasiswa, buruh, hingga ibu-ibu rumah tangga,” kata Natsir, Jakarta, Kamis (25//4/2024).
Ironisnya, kata dia, mayoritas pemain judi online tersebut penghasilannya sangat kecil. “Penghasilan mereka kecil, rata-rata di bawah 100 ribu per hari, mereka banyak dari masyarakat pedesaan,” ujar Natsir.
“Ini sungguh mengganggu kita sebagai anak bangsa. Ini merusak masyarakat kita,” ujarnya.
Lebih jauh, Natsir juga mengungkapkan, dari analisis PPATK setiap tahunnya transaksi judi online terus meroket. Bahkan, perputaran transaksi pada kuartal I/2024 ini saja telah mencapai Rp100 triliun.
“Ini mengkhawatirkan karena dari tahun ke tahun angkanya naik cukup besar, tahun 2021 itu baru 57 Triliun, lalu 2022 naik 81 Triliun, ini angka dari Januari sampai November 2022. Tahun 2023 melonjak jadi 300 Triliun lebih,” ucap Natsir.
PPAT pun menyebut, hingga kini jumlah total rekening yang dilakukan penghentian sementara sebanyak 3.935 rekening. “Dimana total saldonya sebesar 167 miliar lebih,” ujarnya.
Karena itu, pemerintah mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berperan aktif memerangi segala bentuk praktik perjudian. Pasalnya, modus untuk menggaet korban kian beragam.
Perkembangan teknologi yang semakin canggih menjadi salah satu yang dimanfaatkan oleh para pelaku untuk mengembangkan aksinya.
Natsir mengatakan, upaya menangkal judi online tidak mungkin dilakukan pemerintah tanpa dukungan masyarakat.
“Artinya, pemerintah tentu sekuat mungkin berusaha memberantas judi online. Tapi kalau masyarakatnya tidak mendukung ya pasti tetap kesulitan,” katanya.
“Jadi yang terpenting itu dukungan dari masyarakat luas. Harus dimulai dari masyarakat sendiri, misalnya dari keluarga, kita harus mengawasi anak-anak kita agar tidak terlibat dalam judi online,” ujar Natsir.
Terlebih, kata Natsir, beragam modus pemain judi online dalam menggaet korban terus dilancarkan. Termasuk upaya mereka menjauhkan jejak transaksi judi online agar tidak dapat terendus.
“Kami melihat ada modus penggunaan rekening orang lain oleh pelaku judi online. Dimana masyarakat memberikan penggunaan nomor rekeningnya kepada pelaku judi online, berbagai rekening jadi penampungan dana judi online itu,” ucapnya.
Bahkan, lanjutnya, oleh para pelaku judi online, dana itu kemudian dilarikan ke luar negeri dengan menggunakan perusahaan-perusahaan cangkang. Sebuah perusahaan yang hanya ada di atas kertas dan tidak memiliki kantor ataupun karyawan, tetapi perusahaan itu memiliki rekening bank.
“Uang dari masyarakat itu dikeruk oleh para pelaku dan hasilnya dibawa keluar negeri. Sehingga kerugian kita itu bertumpuk-tumpuk,” ujarnya.
Menurut Natsir, dari nominal dana yang dilarikan keluar negeri itu tercatat mencapai 5,15 Triliun. “Ini angka yang cukup fantastis, ini bukan angka kecil,” katanya.
Dalam catatan PPAT, hingga kini jumlah total rekening yang dilakukan penghentian sementara sebanyak 3.935 rekening. “Dimana total saldonya sebesar 167 miliar lebih,” ujar Natsir.
Editor: Fian