Kronologi, Gorontalo – Kelompok masyarakat program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Agroforestri melakukan panen perdana jambu mete di Desa Totopo, Kecamatan Bilato, Kabupaten Gorontalo, bersama Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (Ditjen PDASRH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sri Handayaningsih.
Panen jambu mete milik kelompok masyarakat merupakan tanaman yang kembangkan melalui program RHL Agroforestri Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Bone Bolango. Dalam kesempatan tersebut, Sri didampingi Kepala BPDAS Bone Bolango, Heru Purnama, dan pejabat KPH Wilayah VI Kabupaten Gorontalo, serta Dinas LHK Provinsi Gorontalo.
“Saya melihat biji jambu mete di Totopo ini besar-besar, termasuk kualitas super. Kalau di Jakarta, biji mete yang utuh besar harganya tembus Rp 450 ribu per kilogram yang sudah digoreng. Bahkan jika digoreng tanpa minyak, lebih mahal lagi. Harga ini memang fluktuatif di setiap daerah,” kata Sri, Kamis 2 November 2023 kemarin.
Sri menyampaikan, keberhasilan program RHL Agrofestri yang sudah dilaksanakan hingga pemeliharaan tahun kedua (P2) menjadi model bagi Provinsi Gorontalo untuk mewujudkan aspek koservasi, sosial, dan ekonomi.
“Semua konteks pemulihan lingkungan hidup, tiga aspek itu yang menjadi tujuannya. Apalagi dari aspek geografis dan topografi Gorontalo, saya melihat semuanya adalah kawasan lindung karena kecuramannya di atas 25 persen,” tutur Sri.
Ditjen PDASRH Janji Beri Bantuan Pengupas Biji Mete Kelompok Totopo
Sri mengatakan, berjanji untuk membantu Kelompok RHL Desa Totopo dengan mesin pengupas biji mete. Bantuan tersebut diberikan karena masyarakat dinilai berhasil dalam program RHL Agroforestri.
“Boleh dicatat, saya berjanji untuk membantu alat pengupas biji mete untuk kelompok RHL Desa Totopo. Saya lihat dulu anggarannya, kalau memang tidak bisa tahun ini, insya Allah di tahun depan sudah bisa diwujudkan,” ujar Sri,
Sri mengungkapkan, bantuan tersebut merupakan upaya lanjutan agar program RHL Agroforestri benar-benar memberi dampak untuk perbaikan lingkungan sekaligus peningkatan taraf hidup masyarakat.
Menurutnya hal itu sesuai jargon yang menjadi semboyan KLHK, bahwa program harus dapat dirasakan dan terlihat. Terlihat artinya lahan yang dulunya tandus, sekarang sudah ditanami jambu mete. Sedangkan dirasakan artinya dari aspek ekonomi, tanaman ini bisa menghasilkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.
“Oleh karena itu harus ada upaya lanjutan, bukan hanya dipanen dan tidak menghasilkan uang. Dukungan untuk kelompok RHL juga berupa bimbingan dan pendampingan yang harus dilakukan bersama oleh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, agar buah yang dipanen awalnya hanya bahan baku mentah, di olah setengah jadi sampai bahan jadi, dan terakhir bisa menembus pasar,” terang Sri.
Di tempat yang sama, Kepala BPDAS Bone Bolango Heru Purnama mengatakan, berdasarkan data BPDAS Bone Bolango, luasan program RHL Agroforestri di seluruh wilayah Provinsi Gorontalo seluas 2.500 hektar.
Seluruh luasan tersebut ditanami buah-buahan berupa jambu mete, rambutan, dan durian, serta kayu-kayuan seperti mahoni, gmelina, dan nyato. Khusus di Desa Totopo, luasnya mencapai 90 hektar yang dikelola oleh kelompok RHL.
“Kami berharap hasil RHL ini bisa dilanjutkan kembali untuk pemeliharaan dan juga pendampingan oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo. Pendampingan bagi kelompok RHL mulai dari hulu hingga hilir agar tujuan untuk mensejahterakan dan memulihkan lingkungan bisa tercapai semuanya,” harap Heru.
Senada dengan Heru, Kepala KPH Wilayah VI Kabupaten Gorontalo, Hoerudin berharap tanaman yang mulai berbuah dapat bermanfaat dan meningkatkan perekonomian sekaligus menjadi solusi untuk tutupan lahan guna mencegah banjir dan longsor.
“Alhamdulillah tanaman jambu mete sudah berbuah. Kalau melihat harga pasaran biji jambu mete juga cukup bagus di Gorontalo. Untuk harga jual di lokasi Rp10 ribu per kilo, sedangkan harga di tempat pedagang atau pengumpul sampai Rp 15 ribu per kilogram,” ungkap Hoerudin.
“Kalau satu pohon dalam setahun bisa berbuah hingga 25 kilogram dan dipanen empat kali, berarti setahun bisa menghasilkan sejuta per pohon. Saya berharap dengan produktivitas biji jambu mete ini taraf hidup masyarakat akan meningkat,” sambung Hoerudin.
Sementara itu, anggota Kelompok RHL Totopo, Burhan Keli, mengungkapkan bahwa untuk jambu mete yang di tanam di lereng bukit sudah mulai berbuah dengan hasil panen perdana sebanyak lima kilogram.
Burhan sendiri memiliki 200 pohon jambu mete yang ditanam melalui program RHL Agroforestri, dan yang sudah berbuah sebanyak 150 pohon.
“Rata-rata harganya Rp7.500 per kilogram. Insya Allah kalau sudah musim hujan, hasil panennya akan meningkat. Terima kasih kepada BPDAS, berkat RHL ini bisa meningkatkan penghasilan saya dan warga desa lainnya,” tandas Burhan.
Penulis: Even Makanoneng