Kronologi, Gorontalo – Pemerintah Kota Gorontalo mengerahkan 1.100 Aparatur Sipil Negara, dan Tenaga Penunjang Kegiatan Daerah untuk melakukan monitoring Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk pada Hari Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024.
Hal itu terungkap pada rapat koordinasi (Rakor) yang diselenggarakan Pemerintah Kota Gorontalo dalam rangka menyukseskan penyelenggaraan Pemilu, yang dipimpin Wali Kota Gorontalo, Marten Taha, Senin 12 Februari 2024.
“Di rapat Forkopimda provinsi kemarin, saya sudah menyampaikan bahwa kami akan membentuk tim pemantauan hasil Pemilu, baik itu Pilpres, Pileg dari DPR RI, DPRD provinsi hingga kabupaten dan kota, serta DPD. Tapi, ketua Bawaslu protes, namanya diganti dengan tim monitoring. Ya, sudah hanya beda di nama, jadi kami tetapkan namanya jadi tim monitoring,” ungkap Marten ketika memberikan arahan pada Rakor tersebut.
Nantinya 550 TPS di Kota Gorontalo akan di monitoring oleh 2 orang. Pembentukan dan penugasan tim monitoring yang beranggotakan ASN dan TPKD itu tidak menyalahi aturan.
“Di PKPU nomor 23, siapa saja boleh memotret atau menyalin hasil perolehan suara. Mau Polisi, TNI, siapa saja bisa. Dan pemotretan dilakukan harus setelah selesai semua, setelah dijumlahkan,” beber Marten
Hasil monitoring tersebut, dikatakan Marten hanya untuk konsumsi internal dan tidak boleh disebarluaskan ke Publik. Sebab, tim monitoring tersebut tidak terdaftar di KPU sebagai Tim Pemantau sehingga tidak punya kewenangan.
“Tapi, kita diizinkan untuk memonitoring sesuai PKPU nomor 23 tadi,” tukasnya.
Marten mengingatkan, aparatur yang ditugaskan sebagai tim monitoring oleh pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) tidak diperkenankan untuk melakukan aksi protes hasil penghitungan.
“Yang punya wewenang itu hanya saksi dari parpol maupun peserta Pemilu. Karena mereka diberikan hak untuk melakukan protes. Yang paling penting dari tim monitoring adalah mengetahui hasil penghitungan suara. Dan satu hal yang perlu,” pungkas Marten.
Penulis: Dhani Baderan