Kronologi, Gorontalo – Korban dugaan kasus pencabulan oleh Oknum Guru di Kota Gorontalo mendapatkan pendampingan dari Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) setempat.
Kepala DPPKBP3A, Eladona Oktamina Sidiki menyampaikan pendampingan melalui lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), tersebut kata dia dilakukan untuk memberikan hak para korban baik anak maupun perempuan.
“Nah, dalam konteks ini kan korbannya anak, sehingga pada saat pihak keluarga dari si korban ini memberikan informasi ataupun melapor ke P2TP2A, itu tim kami langsung melakukan upaya-upaya gerak cepat penanganan dengan cepat. Tindak cepat temu, cepat tuntas. Jadi sudah didampingi sampai dengan ke pihak kepolisian,” jelas Eladona, dalam keterangan Resminya di Website resmi pemerintah Kota Gorontalo.
Upaya yang dilakukan DPPKBP3A, kata Elanoda adalah melakukan pendampingan saat pemeriksaan, BAP, hingga pendampingan saat pelaksanaan visum.
“Karena sekarang sudah berproses di Polda, karena hari Senin sudah selesai visum, jadi kita menunggu hasil resume visum nanti. Hasil resume visum dari Polda seperti apa, kita menunggu tahapan selanjutnya,” ungkapnya Eladona.
Pendampingan tersebut kata Eladona masih terus dilakukan, seperti mobilisasi karena para korban berdomisili berbeda tempat pihaknya selalu memberikan fasilitas mobilisasi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dengan pendampingan satgas PATBM dan Satgas TPA.
Olehnya ia meminta agar semua pihak dapat menseriusi kasus tersebut, mulai dari para orang tua dengan menerapkan edukasi seks dini untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga tubuh dari orang lain kepada anak. Dan kemudian berlanjut di satuan pendidikan dengan melakukan antisipasi berupa melakukan tes kejiwaan secara berkala kepada tenaga pengajar.
“Serta, kepada masyarakat melalui kerja sama untuk melaporkan atau membuat aduan baik yang disaksikan secara langsung maupun yang dialami ataupun dengan Informasi yang didapatkan,” ujarnya.
Namun ada beberapa kendala yang ditemukan oleh DPPKBP3A dalam penaganan kasus tersebut, seperti yang dijelaskan oleh Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak, Nurhayati Abdullah, ia mengungkapkan, adanya kecemasan orang tua korban yang kurang terbuka. Hal itu kata dia, karena pihak keluarga menganggap persoalan tersebut adalah aib yang harus ditutupi keluarga.
Menurutnya, kata Nurhayati, hal yang demikian menjadi tugas unit PPA, yang nantinya menjelaskan tentang hak anak mereka untuk mendapatkan terapi trauma healing yang menjadi kewajiban negara.
“Kemudian yang berikutnya melindungi hak-hak korban, kita pun sudah memfasilitasi dengan keberadaan dari lembaga itu sendiri. Dalam hal ini P2TP2A, kemudian satgas PATBM, satgas TPA,” tuturnya.
“Jangan takut bapak dan ibu untuk berkoordinasi dengan PPA. Kita peduli kepada anak dan tidak ingin efeknya nanti di kemudian hari. Boleh jadi anak dari korban kekerasan seksual seperti ini nantinya akan menjadi pelaku bahkan menjadi predator anak jika problem dari anak ini tidak tuntas penanganan psikologis mereka,” terang Nurhayati.
Penulis: Dhani Baderan