Kronologi, Jakarta – Keberadaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah diangkat oleh kalangan pendeta di Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara, saat bertemu Anies Baswedan kemarin dalam rangkaian kunjungannya di provinsi tersebut.
Peraturan bersama yang dikenal dengan sebutan SKB 2 Menteri ini dianggap sebagai penghambat keluarnya izin mendirikan bangunan (IMB) rumah ibadah dan menjadi penyebab terjadinya ketegangan dan konflik di antara umat beragama di sebuah daerah.
Bagian yang kerap mendapat sorotan dari SKB 2 Menteri tersebut adalah pendirian rumah ibadah harus disetujui 90 jemaah dan 60 orang nonjemaah dari masyarakat setempat.
Di hadapan lebih dari 70 pendeta, antara lain Pendeta Dr. Jahara Sitinjak, Dr. Julius Sianturi, Pendeta H. Simbolo dalam acara ngobrol santai sambil ngopi pagi di Kedai Kopi Kok Tong di Jalan Sutomo, Kecamatan Siantar Barat, Anies membeberkan pengalamannya ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta mengatasi dan memberikan solusi soal pendirian rumah ibadah tersebut.
Dalam kesempatan itu, dia juga mengakui, banyak IMB rumah ibadah tidak keluar di DKI Jakarta pada masa lalu juga karena keberadaan SKB 2 Menteri tersebut.
“Jadi ketika saya masuk (menjadi gubernur), semuanya (para pejabat DKI) bilang, Pak problemnya di sini (SKB 2 Menteri),” ucap Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 ini.
Calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) ini menjelaskan pada saat itu dia lalu mengurai benang kusut penyebab IMB tersebut tidak keluar. Anies memulai dari rumah ibadah yang pengurusan IMB-nya paling lama.
“Di Jakarta itu ada Gereja Katolik Damai Kristus yang menunggu IMB 35 tahun. Ada Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat Pelita menunggu 40 tahun. Ada kuil Hindu etnis Tamil, itu menunggunya 65 tahun,” ungkapnya.
Pada masa pemerintahannya, IMB ketiga rumah ibadah tersebut keluar. Bahkan secara keseluruhan ada 3 IMB wihara, 33 gereja, dan 19 masjid, yang juga sudah menunggu sejak lama, keluar selama dia menjabat.
“Jadi problem itu bukan hanya pada gereja, tapi juga ada pada masjid. Ada 19 masjid yang mengantre berpuluh tahun tidak keluar izinnya,” ungkapnya.
“Apakah mengubah SKB-nya? Tidak. Tapi dikerjakan di lapangannya dengan serius. Saya datang, saya ketemu. Ketika dikerjakan serius, keluar itu semua izin,” katanya disambut tepuk tangan seisi ruangan.
IMB-IMB rumah ibadah yang sudah puluhan tahun tertahan akhirnya bisa keluar, tidak lepas dari pendekatan komunikasi, dialog, dan perlakuan yang sama kepada semua umat beragama yang dilakukan Anies. Dan yang lebih penting lagi, Anies mengawal semuanya hingga tuntas.
“Seringkali negara itu tidak pernah mau tanggung jawab sampai tuntas. Pokoknya saya sudah keluarkan sesuai SOP, nanti di lapangan seperti apa tutup mata. Itu problemnya. Begitu dikerjakan sampai ujung, apa yang terjadi? Dieksekusi, lancar,” ungkapnya.
Bahkan tidak jarang Anies terjun langsung untuk memberikan pengertian kepada masyarakat yang menolak pendirian rumah ibadah tertentu. Menariknya, dia memiliki cara agar kelompok mayoritas mau menerima pendirian rumah ibadah kaum minoritas.
“Diingatkan itu, di sini mungkin saya mayoritas. Tapi di tempat lain bisa terbalik. Di tempat yang saya mayoritas, saya tahan (izin rumah ibadah) minoritas. Kalau agama bapak/ibu jadi minoritas di tempat lain, apakah mau ditahan oleh mayoritas di tempat lain,” katanya.
“Dan itu ketika disampaikan dengan dialog yang baik-baik, apa yang terjadi? Diterima. Karena itu puluhan tahun izin-izin yang tidak pernah keluar itu, semuanya tuntas di Jakarta,” beber Anies.
Dia mengakui tidak ada keputusan yang diterima semua disetuju semua orang. Tapi kalau diberi pemahaman dan dikawal sampai ujung, masyarakat akhirnya dapat memahami. Sehingga tidak ada keributan apalagi konflik menyusul keluarnya IMB rumah ibadah tersebut, termasuk gereja.
“Padahal itu mandeknya puluhan tahun,” pungkas Anies.
Editor: Alfian Risfil A