Kronologi, Jakarta – Rencana buyback senilai Rp 3 triliun PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk yang sudah mendapatkan restu pemegang saham pada Rapat RUPTS 27 Mei 2025 lalu, diduga seperti tidak memberi efek signifikan untuk daya ledak menaikkan nilai saham perseroan. Bahkan, untuk naik ke level Rp3 ribu saja, pasca RUPST, Telkom kewalahan, dimana terpantau hari ini, Jumat, 23 Juni, pukul 16.14 WIB, bertengger di angka Rp2.740.
“Telkom umumkan program buyback saham senilai Rp3 triliun, yang secara teori harusnya menjadi sinyal positif,” kata Manager Riset dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi saat dihubungi Kronologi.id, Jumat (14/6/2025).
Badi menyampaikan, buyback Telkom itu
menunjukkan bahwa manajemen yakin terhadap fundamental perusahaan, serta mengurangi jumlah saham beredar sehingga potensi EPS (Earning Per Share) meningkat.
Namun, situasi ini kemungkinan karena waktu (timing) dan realisasi buyback tidak langsung terlihat di laporan harian. Sehingga belum mampu menciptakan euforia pasar.
Kemudian, faktor lain yang diduga menjadi penyebab, bisa jadi pasar belum melihat prospek signifikan. Kendati terjadi pergantian posisi direksi, tetapi jika dicermati mayoritas direksi masih berasal dari internal Telkom sendiri, atau setidaknya figur-figur yang sudah lama berputar dalam lingkaran BUMN.
“Ini memunculkan persepsi bahwa kemungkinan besar budaya lama masih dipertahankan, termasuk masalah birokrasi, ego sektoral antar unit usha, dan kurangnya terobosan baru yang agresif,” ucapnya.
Dia menyampaikan bahwa kecenderungannya investor pasar modal lebih menyukai perubahan yang disruptif atau game-changing.
“Bukan sekadar rotasi administratif. Sehingga pergantian tidak menciptakan katalis jangka pendek untuk harga saham,” ungkapnya.
Padahal, lanjut Badi, Dian Siswarini, Direktur Utama PT Telkom baru, yang merupakan mantan bos di XL Axiata, memiliki catatan cukup baik secara operasional. Namun, Telkom Group secara skala jauh lebih besar, kompleks, dan sangat politis lantaran berstatus BUMN strategis.
“Investor mungkin masih menunggu bagaimana leadership style-nya diterjemahkan dalam strategi konkret, apakah mampu mengatasi fragmentasi di dalam tubuh Telkom Group, serta menyederhanakan fokus bisnis,” ucapnya.
Dikutip dari berbagai sumber, sosok yang membersamai Dian untuk periode 2025-2030, dari delapan direksi lainnya, sebagian merupakan sosok lama di Telkom.
Di antaranya, Muhammad Awaluddin (Wakil Direktur Utama Telkom), sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama PT Angkasa Pura II (AP II) selama tujuh tahun, dari 2016 hingga 2023. Kemudian, ia diangkat sebagai Komisaris Utama PT PELNI (Persero).
Namun, Awaluddin sejak tahun 1990-an sudah meniti karir di perseroan dengan menempati berbagai posisi strategis. Seperti Vice President Public & Marketing Communication (2005–2007), Executive General Manager Divisi Akses dan Regional 1 Sumatera (2007–2010), serta Direktur Utama PT Infomedia Nusantara (2010–2012). Pada 2012, ia diangkat sebagai Direktur Enterprise & Business Service di Telkom hingga 2016.
Berikutnya, Direktur Wholesale & International Service, Honesti Basyir, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Pengembangan Bisnis. Honesti pernah menjabat Dirut PT Bio Farma selama beberapa tahun.
Di Telkom Group, Honesti juga termasuk sosok lama. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Group Business Development, Direktur Keuangan PT Telkom Indonesia, Vice President Strategic Business Development Direktorat IT Solution & Strategic Portfolio serta Assistant Vice President Business & Finance Analysis dan Project Controller-1 Project Management Office.
Kemudian, Direktur Human Capital Management, Henry Christiadi. Karier profesional Henry dimulai sejak 1997 di PT Telkom, dan berkembang pesat dalam berbagai peran strategis. Mengawali karirnya sebagai Staf Performansi, Interkoneksi dan Kemitraan, karirnya meroket hingga menduduki kursi Vice President Regulatory Management di PT. Telkom Indonesia pada 2019.
Berikutnya, Direktur IT Digital Telkom, Faizal Rochmad Djoemadi, yang sebelumnya
sebagai Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero). Tetapi, Faizal pernah berkarier sebagai Deputy Executive General Manager Divisi Wholesale Service Telkom (2012 – 2014), Board of Comissioner PT. Patra Telekomunikasi Indonesia, anak usaha Telkom (2013 – 2015), Executive Vice President Divisi Wholesale Service Telkom (2015-2016), Board of Comissioner PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), anak usaha Telkom (2015-2016), Presiden Direktur PT Telkom Indonesia International (Telin) pada 2016, anak perusahaan Telkom.
Kemudian 2019 hingga 2020, dia memegang peran Direktur Digital Business & Innovation Telkom. Lalu, Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero).
Selanjutnya, Direktur Network & IT Solution Telkom, Nanang Hendarno. Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Direktur Keuangan Telkom, Direktur Wholesale and International Service, Direktur Group Business Development.
Kemudian, Direktur Strategic Business Development & Portfolio, Seno Soemadji, yang sebelumnya menjabat sebagai Executive Vice President dan Head of TechCo di Indosat Ooredoo Hutchison.
Lalu, Direktur Enterprise & Business Service Telkom, Verenita Yosephine, sebelumnya merupakan Presiden Direktur PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP). Dan, Arthur Angelo Syailendra, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Telkom.
Arthur yang menyelesaikan pendidikannya di dua universitas top dunia yaitu Stanford University dan University of Michigan ini, sebelumnya menjabat sebagai President Director Digital Realty Bersama, Komisaris Indesso, Director, EQT Partners (Singapura), Investment Professional Sternbridge Partners, serta Director, DCI Indonesia
Penulis: Nando