Oleh: Tom Pasaribu S.H, M.H.
(Direktur Eksekutif KP3-i)
Kasus dugaan ijazah palsu bekas Presiden ke 7 Joko Widodo, belum menemukan titik terang. Mungkin pemerintah gamang dalam menentukan sikap untuk menuntaskan kasus ijazah palsu, atau karena posisi Wakil Presiden dijabat oleh anak bekas Presiden ke 7 tersebut, atau karena hal lain yang tidak disadari pemerintah?
Sehingga penuntasan kasus dugaan ijazah palsu bekas Presiden ke 7 yang dilakukan oleh Polri diluar jalur hukum (pengadilan), sebagaimana yang berlaku.
Skenario penanganan kasus ijazah palsu yang dilakukan Polri, sama persis dengan dilakukan kolonial Belanda terhadap rakyat Indonesia, ketika pejabat kolonial Belanda memiliki kesalahan atau masalah kepada rakyat Indonesia, segala cara dilakukan agar pejabat kolonial Belanda lepas dan bebas dari jeratan hukum walaupun bersalah, rakyat Indonesia harus menjadi korban dari kesalahan pejabat kolonial walaupun tidak bersalah.
Hal tersebut terlihat jelas dari usaha keras Polri, agar kasus ijazah palsu yang menimpa bekas Presiden ke 7 tersebut dapat diterima menjadi ijazah asli, walaupun tanpa menunjukkan fisik aslinya.
Bareskrim Mabes Polri yang seharusnya melakukan penyelidikan dan penyedikan terlebih dahulu atas pengaduan masyarakat, dalam penanganan kasus ijazah palsu Joko Widodo, tanpa mengikuti prosedur penyelidikan dan penyidikan, langsung melakukan uji fuslabfor terhadap ijazah asli Joko Widodo (katanya) dan memutuskan bahwa ijazah bekas Presiden ke 7 tersebut asli, namun Barekrim Mabes Polri tidak pernah menunjukkan ke absahan atas keaslian ijazah Joko Widodo, ke publik.
Sementara Polda Metro Jaya menerima laporan Joko Widodo atas pencemaran nama baik, dan di hina, sehina-hinanya atas tuduhan ijazah palsu yang dituduhkan sekelompok orang dengan bukti flasdish, serta fotokopi ijazah pelapor, namun pelapor tidak menyebutkan nama orang yang dilaporkan, artinya pelapor memaksa Polda Metro Jaya untuk mencari dan membuktikan, siapa yang mencemarkan nama baik, dan yang menghina, sehina-hinanya, sesuai dengan selera bekas Presiden ke 7 tersebut.
Sebenarnya skenario yang dilakukan Bareskrim Mabes Polri yang mengaku telah melakukan uji fuslabfor terhadap ijazah asli Joko Widodo dan menyimpulkan bahwa ijazah tersebut asli, agar laporan Joko Widodo di Polda Metro Jaya memenuhi syarat untuk dapat ditindaklanjuti. Karena sudah terlanjur ketahuan ke publik kalau Joko Widodo membuat laporan di Polda Metro Jaya tidak menunjukkan ijazah aslinya.
Pertanyaannya apakah membuat sebuah laporan hanya dengan bukti flash disk dan sebuah fotokopi ijazah, tanpa menunjukkan aslinya dapat ditangani Polri?
Atau hal tersebut hanya berlaku pada bekas Presiden ke 7, karena posisi anaknya saat ini Wakil Presiden?
Apakah boleh membuat laporan dengan perasaan seperti yang dilakukan bekas Presiden ke 7, merasa di cemarkan nama baiknya, dan dihina, sehina-hinanya, tapi tidak menyebutkan siapa pelakunya dalam laporan?
Sikap Polri tersebut mempertegas ke publik bahwa slogan “hukum tajam ke bawah tumpul ke atas” ternyata bukan hanya pepesan kosong, secara tegas Polri menjawab bahwa hukum hanya berlaku kepada rakyat.
Dengan sikap Polri tersebut, pemerintah mengingatkan seluruh rakyat Indonesia bahwa pemerintah Indonesia saat ini hanya menggantikan posisi kolonial Belanda untuk tetap menjajah rakyat Indonesia.
Jakarta, 9 Juni 2025