Kronologi.id, Jakarta – Rupiah ambruk dalam sesi perdagangan hari ini (23/10/2023) disaat capital outflow terjadi signfikan pekan lalu.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah menembus level psikologis Rp15.900/US$ melemah 0,19% dan bahkan di tengah perdagangan sempat menyentuh angka Rp15.914/US$. Posisi rupiah saat ini merupakan yang terlemah sejak 8 April 2020 atau sekitar 3,5 tahun terakhir.
Data transaksi Bank Indonesia (BI) menunjukkan untuk periode 16 – 19 Oktober 2023, nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp5,36 triliun terdiri dari jual neto Rp3,45 triliun di pasar SBN, jual neto Rp3,01 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp1,10 triliun di SRBI.
Derasnya capital outflow ini terjadi secara beruntun sejak minggu ke-4 September khususnya dalam data transaksi 25-27 September 2023 yang tercatat nonresiden di pasar keuangan domestik jual neto Rp7,77 triliun terdiri dari jual neto Rp7,86 triliun di pasar SBN, jual neto Rp2,07 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp2,16 triliun di SRBI.
Dalam empat minggu terakhir, dana asing telah keluar dari Indonesia dengan total hampir Rp20 triliun dengan dominasi capital outflow dari SBN hampir Rp19 triliun.
Capital outflow ini terjadi akibat selisih antar US Treasury dan SBN tenor 10 tahun yang kina tipis.
Pada 23 Oktober 2023, tercatat imbal hasil US Treasury sebesar 4,9734 dan SBN tenor 10 tahun sebesar 7,206. Jika dikalkulasikan, selisih antara keduanya yakni sebesar 223 bps.
Kendati selisih tersebut mengalami kenaikan dibandingkan pekan lalu, namun selisih ini masih teritung kecil apalagi rating surat utang AS sebagai negara maju jauh di atas Indonesia. Alhasil, investor cenderung memilih untuk berinvestasi di AS dan keluar dari emerging market termasuk Indonesia.
Dengan kondisi ini, pada akhirnya BI memutuskan untuk menaikkan suku bunganya sebesar 25 bps menjadi 6% yang ditujukan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Selain itu, instrumen investasi yang baru pun dirilis oleh BI yakni SVBI (Sekuritas Valas Bank Indonesia) dan SUVBI (Sukuk Valas Bank Indonesia). Kedua instrumen baru ini diharapkan mampu menarik investor asing dan mengoptimalkan aset surat berharga dalam valuta asing yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying.
Editor: Alfian Risfil A