Kronologi, Gorontalo – Tepat pada Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025, Jejaring Advokasi Perempuan dan Anak (Jejak Puan) suarakan penanganan kasus kekerasan seksual yang belum memiliki kejelasan melalui aksi damai di Polda Gorontalo, Jumat (2-4-2025).
Mega Mokoginta, salah satu aktivis perempuan yang tergabung dalam aksi damai tersebut, mengatakan bahwa aksi hari ini merupakan bentuk keprihatinan terhadap berbagai peristiwa kekerasan seksual yang terjadi di dunia pendidikan.
“Aksi damai ini adalah bentuk dari kemarahan terhadap kasus-kasus kekerasan seksual yang masih mangkrak di Provinsi Gorontalo yang belum ditangani secara bijaksana oleh pihak kepolisian,” jelas Mega saat diwawancarai.
Kata Mega, momentum Hardiknas ini harus dijadikan refleksi bagi semua pihak bahwa kekerasan seksual bisa terjadi tidak hanya di tempat umum saja.
“Kita melihat secara realitas ternyata kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi di tempat-tempat kerja. Namun, di tempat berpendidikan pun itu terjadi. Kami menuntut keadilan bagi korban kekerasan seksual yang ditangani oleh Polda yang belum jelas penanganannya seperti apa,” ujar dia.
Mega pun kembali mengulik kasus kekerasan seksual yang terjadi di salah satu perguruan tinggi di Provinsi Gorontalo yang dilakukan oleh seorang profesor pada tahun 2024 namun belum memiliki kejelasan hingga saat ini.
“Salah satu contoh kasus yang bisa saya bagikan ke teman-teman, kasus mengenai pelecehan 11 orang dilakukan oleh profesor yang dilihat secara agung bagi banyak orang namun, kasusnya masih mandek. Kita yang mengawal kasus tersebut masih belum jelas arah kasusnya mau ke mana,” kata Mega.
Mega menegaskan, bahwa tubuh perempuan bukan sebagai objektivitas bagi para pelaku kekerasan seksual.
“Ini kemarahan kami kepada para petinggi yang melihat kasus kekerasan seksual sebagai kasus biasa saja. Padahal tubuh perempuan bukan objektifikasi,” tegas Mega.
Penulis: Audy Anastasya