Kronologi, Jakarta – Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata memastikan, KY segera menerjunkan tim untuk untuk menelusuri dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan berinisial MAN sebagai tersangka kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait putusan lepas (ontslag) perkara pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. MAN yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, diduga telah menerima uang suap sebesar Rp 60 miliar.
Kejagung juga telah menetapkan tiga hakim, yaitu DJU, ASB, dan AM sebagai tersangka, yang diduga menerima suap melalui tersangka MAN.
“Tim akan mengumpulkan informasi dan keterangan awal terkait kasus ini. Pada prinsipnya, KY akan segera memproses informasi atau temuan apabila ada indikasi pelanggaran kode etik hakim,” kata Mukti dalam keterangannya, Selasa (15/4/2025).
Mukti menyampaikan, KY prihatin dan menyayangkan peristiwa itu. KY siap berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA) dan Kejagung untuk pendalaman kasus ini, apabila diperlukan.
Dia juga meminta semua pihak untuk memberikan kepercayaan kepada proses penegakan hukum yang sedang berlangsung.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta (MAN) sebagai tersangka suap penanganan perkara korupsi CPO tersebut, bersamaan dengan tiga tersangka lainnya yakni Wahyu Gunawan (WG), Marcella Santoso (MS), dan Ariyanto (AR). Wahyu merupakan Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, MS dan AR merupakan advokat.
Penanganan kasus korupsi ekspor CPO, atau lebih populer dikenal sebagai kasus korupsi minyak goreng, berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Saat kasus ini disidangkan, Arif merupakan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Dua hari setelahnya, Kejagung kembali menetapkan Djuyamto, hakim di PN Jaksel sebagai tersangka suap penanganan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO. Jampidsus Kejagung juga menetapkan dua hakim lain sebagai tersangka, yaitu Agam Syarief Baharudin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM).
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, penetapan tiga tersangka ini merupakan hasil pengembangan dari penyidikan atas dugaan praktik suap dalam pengurusan perkara korupsi berkaitan pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya oleh tiga korporasi besar, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Putusan perkara tersebut sebelumnya dijatuhkan pada 19 Maret 2025 oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan hasil putusan para terdakwa korporasi dinyatakan terbukti melakukan perbuatan, namun dinyatakan bukan sebagai tindak pidana (ontslag van alle recht vervolging).
Ketika kasus ini disidangkan, Djuyamto merupakan Ketua Majelis, sementara Agam Syarief Baharudin selaku anggota majelis, dan Ali Muhtarom merupakan hakim ad hoc. Ketiganya ditunjuk oleh Muhammad Arif Nuryanta saat ia menjabat wakil ketua PN Jakarta Pusat.
Penulis: Tio