Oleh: Mansur Martam (Penyuluh Agama Islam Kemenag Boalemo)
- Pendahuluan
Siapa bilang hanya manusia yang bisa beradaptasi dengan lingkungan? Kenalkan, Udang Pohuwato, spesies baru yang kini mulai belajar hidup di darat! Berkat inovasi tak disengaja dari industri pertambangan, para udang kini memiliki pilihan: tetap bertahan dalam air penuh limbah atau mencoba kehidupan baru di daratan.
Kalau biasanya kita harus ke sungai atau laut untuk menangkap udang, sekarang tidak perlu repot-repot. Tinggal tunggu sungai meluap, dan mereka akan datang sendiri ke rumah Anda!
Bagaimana Udang Bisa “Berevolusi”?
Tak perlu ratusan tahun untuk berevolusi seperti teori Darwin. Udang Pohuwato hanya butuh satu faktor utama: sungai yang tercemar parah.
Air sungai berubah jadi racun akibat limbah tambang, oli, dan solar.
Oksigen berkurang drastis, bikin udang megap-megap seperti ikan dilempar ke darat.
Refleks panik akibat zat beracun membuat mereka lompat-lompat mencari tempat lebih aman.
Arus deras membawa limbah ke mana-mana, jadi udang lebih baik kabur sebelum ikut mati.
Jadi, kalau suatu hari Anda melihat udang merayap di jalanan, jangan heran. Mereka hanya sedang mencari tempat dengan udara yang lebih bersih daripada air di sungai mereka.
- Manfaat Fenomena Ini
Daripada menganggap ini sebagai masalah lingkungan, mari kita lihat “keuntungannya”:
1. Mancing Udang Tanpa Pancing
Tak perlu susah payah cari udang di sungai, mereka sendiri yang datang ke darat!
2. Bahan Makanan Baru: Udang Rasa Tambang
Udang yang hidup di air penuh logam berat tentu memberikan sensasi rasa baru, perpaduan alami antara merkuri, timbal, dan arsenik. Pasti bikin tubuh terasa lebih “berat” setelah makan!
3. Tanda Awal Ekosistem “Maju”
Kalau udang bisa ke darat, mungkin nanti ikan juga bisa. Bayangkan, kita tak perlu lagi pergi ke laut untuk menangkap ikan. Inovasi luar biasa, bukan?
Dampak Jangka Panjang
Tentu, “keajaiban” ini tidak datang tanpa efek samping. Kalau udang saja sudah kabur ke daratan, artinya:
Ekosistem sungai di Pohuwato sudah rusak parah.
Ikan dan hewan air lainnya mungkin akan menyusul.
Laut yang menjadi tujuan akhir limbah ini juga sedang menunggu giliran kehancuran.
Dan jangan lupa, kita masih makan udang dan ikan dari perairan ini. Jadi, kalau tubuh mulai terasa aneh setelah makan seafood, mungkin itu karena “bumbu tambahan” dari pencemaran tambang.
Kesimpulan
Kalau udang saja sudah tidak tahan hidup di air dan lebih memilih mengambil risiko naik ke darat, mungkin sudah waktunya kita berpikir: sebenarnya siapa yang lebih bodoh di sini—udang atau manusia?