Arah Pantura, Jakarta – Ratusan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Ditjen Dikti Kemdiktisaintek) menggelar aksi demonstrasi di depan kantor mereka pada Senin (20/1/2025). Aksi tersebut menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan Menteri Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Dalam aksi tersebut, massa yang terdiri dari sekitar 235 pegawai membawa spanduk dengan tulisan kritis, seperti “Institusi negara bukan perusahaan pribadi Satryo dan istri!” serta “Kami ASN, dibayar oleh negara, bekerja untuk negara, bukan babu keluarga, #lawan #menterizalim #paguyubanPegawaiDikti.” Massa juga menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Bagimu Negeri, diselingi yel-yel protes.
Aksi ini dipicu oleh pemberhentian mendadak seorang pegawai bernama Neni Herlina. Menurut Ketua Paguyuban Pegawai Dikti, Suwitno, pemberhentian tersebut diduga terjadi karena kesalahpahaman terkait tugas yang dilakukan Neni.
“Mungkin ada kesalahpahaman yang memunculkan fitnah atau prasangka buruk bahwa Ibu Neni menerima sesuatu, padahal hal itu tidak benar,” ujar Suwitno, Senin (20/1/2025).
Ia juga mengungkapkan bahwa aksi ini bertujuan untuk menyampaikan aspirasi kepada publik dan Presiden RI, Prabowo Subianto, agar mengetahui kondisi sebenarnya di Kemdiktisaintek.
“Kami hanya ingin menyampaikan kepada masyarakat, terutama kepada Presiden, yang menunjuk Satryo Soemantri Brodjonegoro sebagai Menteri,” tambahnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemdiktisaintek, Togar M. Simatupang, menjelaskan bahwa pemberhentian pegawai tidak dilakukan secara mendadak. Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan pertimbangan mutu dan layanan yang harus dijaga.
“Dalam pengelolaan institusi, ada standar mutu dan layanan yang harus dipenuhi, baik oleh bagian maupun individu. Kami mempertimbangkan hal tersebut dalam setiap keputusan,” jelas Togar.
Ia juga menyatakan bahwa pihaknya terbuka untuk dialog guna mencari solusi terbaik bagi semua pihak.
“Masih ada ruang untuk dialog yang lebih baik, dengan tangan terbuka dan pemikiran yang terbuka. Resolusi masalah ini tetap menjadi prioritas,” lanjutnya.
Menurut Togar, pemberhentian bukanlah opsi pertama yang diambil. Pihaknya saat ini masih terus memproses dan mempertimbangkan langkah terbaik terkait kasus Neni.
“Kami tidak bertindak hitam putih. Semua ini sedang dalam proses, dan opsi lain tetap terbuka untuk solusi yang lebih baik,” pungkasnya.**
Artikel ini juga tayang di ArahPantura.id