Kronologi, Pohuwato – Sejumlah massa aksi yang mengatasnamakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara, menggelar aksi unjuk rasa di Mapolres Pohuwato. Senin, (2/12/2024).
Menurut Koordinator Lapangan (Korlap), Jamaludin Puluhulawa, bahwa aksi yang mereka gelar di Mapolres Pohuwato dan di beberapa titik itu terkait dengan pekerjaan ruas jalan di Desa Sidowonge, Kecamatan Randangan, yang menggunakan bahan material ilegal.
“Ketika kami demo di Mapolda Gorontalo itu masih berupa suatu dugaan, tapi ketika kami silaturahmi ke kepala dinas PUPR (Pohuwato) itu sendiri, maka itu langsung kepala dinas PUPR itu sendiri yang mengatakan bahwasanya ini (material) benar ilegal dan ada bukti pada kami,” katanya kepada wartawan.
Pada aksi itu lanjut Jamaludin, pihaknya meminta agar Kapolres Pohuwato memproses hukum proyek yang menggunakan material ilegal tersebut, mencopot kadis PUPR Pohuwato karena mengetahui dan mendiamkan material ilegal bersama CV Rolita yang jadi kontraktor pekerjaan itu.
Kemudian, pihaknya juga menuntut agar Kejaksaan Negeri (Kejari) Pohuwato tidak diam terkait persoalan tersebut, sebab terdapat plang yang menyatakan bahwa pekerjaan yang menggunakan anggaran sekitar 7,8 miliar itu dimonitoring oleh Kejari itu sendiri.
“Kami telah melakukan somasi di Kejari, tetapi sampai dengan hari ini kami tidak mendapatkan konfirmasi dari Kejari itu sendiri. Hari ini kita ketahui bersama bahwa, bukan hanya di Pohuwato, tetapi di Gorontalo itu sendiri, nanti sudah ada riak-riak baru bergerak,” ucapnya.
Tidak hanya itu, berdasarkan pengakuan Kadis PUPR kata Jamaludin, proyek pembangunan bandara Pohuwato juga menggunakan bahan material ilegal. Bahkan sambungnya, Kadis PUPR juga mengaku pihak APH pun mengetahui terkait material ilegal di bandara Pohuwato itu.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas (Kadis) PUPR Pohuwato, Risdiyanto Mokodompit, mengatakan bahwa material batu yang digunakan pada proyek jalan di Sidowonge tersebut tidak ditambang oleh pihak penyedia, tetapi masyarakat yang datang menjual ke penyedia itu sendiri.
“Dan penyedia tidak tahu menahu terkait asal usul batu. Beda halnya penyedia menambang galian C. Tapi tidak seberapa, selanjutnya diambil dari tempat yang berizin di Balayo,” jelasnya.
Risdiyanto, juga mengungkapkan bahwa yang perlu diketahui yakni penambangan batu di Motolohu Selatan itu sudah beroperasi sekitar 10 tahunan. Dan tentu sambungnya, batu tersebut sudah digunakan dimana-mana.
“Kan awalnya penyedia tidak tahu, setelah tahu penyedia tidak lagi membeli disana walaupun berulang-ulang masyarakat menjualnya, tapi sudah di tempat yang ada izinnya. itulah tindakan kami selaku pemerintah,” kata dia.
Sedangkan terkait material ilegal yang digunakan di bandara Pohuwato kata dia, hal itu tidak menutup kemungkinan, sebab tambang batu tersebut sudah lama beroperasi.
“Saya bilang itu batu sudah sejak 10 tahun terakhir dan banyak proyek-proyek di kecamatan randangan kemarin tidak menutup kemungkinan batunya dari situ, karena batu di randangan setahu saya batu-batu disana sudah diproduksi sejak lama. Jadi kalau mendesak tentu hulunya di evaluasi agar tidak berulang-ulang hal ini terjadi, itu saran saya,” pintanya.
Namun demikian, Risdiyanto, juga mengaku mengapresiasi atas kontrol yang dilakukan oleh para mahasiswa terkait pembangunan, khususnya yang ada di wilayahnya.
“Tapi jangan hanya satu sisi. Kita tau bersama di mana-mana ada aksi penambangan yang belum memiliki ijin yang efeknya cukup besar bila terjadi banjir, karena sedimentasi yang besar. Ini akan jadi perhatian kami kedepan bahwa untuk lebih jeli melihat pemakaian material galian c dalam pekerjaan proyek,” pungkasnya.
Penulis: Hamdi