Kronologi, Jakarta – Praktisi Hukum sekaligus Koordinator Aliansi Pengacara Indonesia, Lukmanul Hakim meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar serius menindaklanjuti beberapa dugaan kasus korupsi yang menyeret sejumlah nama petinggi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Salah satunya yang cukup menyedot perhatian publik adalah dugaan suap sebesar Rp 12 miliar dari mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) kepada Anggota IV BPK Haerul Saleh. Suap ini terkait opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk laporan keuangan Kementerian Pertanian.
“KPK apa kabar kasus-kasus di BPK, ada kasus HS yang heboh saat sidang SYL. Tapi setelah itu seperti hilang begitu saja. Ayo KPK serius usut kasus di BPK,” kata Lukman kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2024.
Tidak hanya kasus yang menyeret nama HS saja, tetapi juga para petinggi lainnya. Misalnya adanya aliran uang ke BPK dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa yang merugikan keuangan negara Rp 1,1 triliun.
“Dalam kasus ini Jaksa menyebut ada aliran 1,5 persen ke BPK dari nilai kontrak pekerjaan proyek tersebut. Ini kasus luar biasa, KPK jangan sampai tutup mata. Panggil dan periksa oknum-oknum nakal di BPK itu,” jelasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan) nonaktif Kasdi Subagyono mengungkap SYL pernah berbicara empat mata dengan anggota IV BPK Haerul Saleh untuk membahas temuan laporan keuangan terkait opini WTP.
Hal itu disampaikan Kasdi ketika bertindak sebagai saksi mahkota dalam sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi SYL dkk di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu (19/6) lalu.
Kasdi mengatakan SYL membahas temuan laporan keuangan dengan Anggota IV BPK Haerul Saleh. Adapun Kementan diminta Haerul Saleh untuk mengantisipasi terkait WTP tersebut. Kasdi lalu mengoordinasikan soal itu dengan para pejabat eselon I.
“Oke. Kemudian upaya pengamanan temuan itu dari mana?” tanya hakim dalam persidangan.
“Pada saat posisi itu yang saya pahami memang ada beberapa yang sudah terjadi pertemuan antara Dirjen PSP [Prasarana dan Sarana Pertanian] dengan satu orang auditor, stafnya di BPK, Pak Victor namanya, kalau saya tidak salah, itu sudah bertemu. Pada saat itu, dari situlah saya dapat info dari Dirjen PSP ada permintaan uang sejumlah Rp10 miliar. Awalnya Rp10 miliar, kemudian tambah menjadi Rp12 miliar,” jelas Kasdi.
Pada persidangan pada 8 Mei lalu, Sekretaris Direktorat Jenderal PSP Kementan Hermanto menyampaikan auditor BPK pernah meminta uang sebesar Rp12 miliar agar kementerian tersebut mendapat predikat WTP pada 2022.
Adapun SYL yang menjadi terdakwa mengaku tidak pernah mendengar permintaan uang demi WTP dimaksud.
“Saya tidak pernah dengar ada bayar-bayar WTP. Saya enggak dengar itu,” kata SYL di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin (13/5/2024).