Kronologi, Jakarta – Pedagang di Jembatan Penyembarangan Mutliguna (JPM) Tanah Abang, Jakarta Pusat menggelar aksi unjuk rasa, pada Kamis (17/10/2024). Para pedagang mengancam akan menutup akses Skybridge Tanah Abang jika pihak pengelola BUMD DKI Perumda Sarana Jaya tak kunjung menurunkan harga sewa kios.
Aksi unjuk rasa para pedagang kecil Skybridge Tanah Abang ini sempat memanas. Para pedagang yang mayoritas ibu-ibu itu bahkan sempat terlibat aksi dorong-dorongan dengan aparat kepolisian.
Demo ini digelar setelah seminggu menunggu kepastian, sebanyak 446 pedagang JPM Stasiun Tanah Abang harus gigit jari.
Sebab, tuntutan service charge Rp800 ribu per/bulan tidak digubris. Karena Perumda Sarana Jaya hanya menurunkan Rp50 ribu, atau menjadi Rp 1.393.000/bulan.
Dalam demo ini, para pedagang yang mayoritas ibu-ibu pun membentangkan beberapa spanduk berisi unek-unek dan keluhan kepada Sarana Jaya. Diataranya bertuliskan:
“Pasar sepi service charge tinggi. Parah!”
“Keadaan sulit, jangan bikin sulit”
“Bapak Andira Reoputra (Direktur Utama Perumda Sarana Jaya) yang terhormat, bapak jangan egois!”
“Kupikir cinta yang tidak ada kepastian, ternyata service chas jutaan”
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Tanah Abang Jimmy Rory mengatakan, pihaknya sudah bersabar menunggu kebijakan Sarana Jaya.
Namun, dalam pertemuan Sarana Jaya dan perwakilan pedagang, Kamis (17/10/2024) keputusan yang diambil Sarana Jaya tidak bijak. “Tuntutan kami cuma turun Rp 50.000,” kata Jimmy geram.
Meski ada penurunan, lanjut Jimmy, tarif service charge itu masih terlalu tinggi dan sangat memberatkan para pedagang.
Apalagi penjualan di JPM Stasiun Tanah Abang menurun drastis pasca Covid-19. Bahkan ada di beberapa toko tidak ada pembelinya sama sekali.
“Kami hanya laku 1-2 potong baju. Tidak seramai dulu. Daya beli masyarakat sudah turun,” kata Jimmy saat orasi, Kamis (17/10/2024).
Karenanya, Jimmy menegaskan, jika Sarana Jaya keukeuh hanya menurunkan sewa kios Rp 50 ribu, para pedagang sepakat tidak akan membayar service charge.
“Kalau mereka melakukan penyegelan, kami akan tutup akses ke JPM,” tegasnya.
“Kami sudah menunggu tetapi kami diayun-ayun. Tuntutan kami tidak didengarkan. Pengelola sengaja membiarkan kami bentrok dengan polisi,” kata Jimmy menambahkan.
Sebelumnya, tuntutan para pedagang JPM Tanah Abang yaitu meminta penurunan harga sewa kios yang semula Rp1.400.000 (satu juta empat ratus) menjadi Rp800.000 (delapan ratus ribu). Namun, tuntutan pedagang tak digubris.
“Jadi, dari tuntutan kami Rp800.000, nilai servisannya awal Rp1.443.000 hanya turun Rp50.000. Coba bisa teman-teman media bayangkan bagaimana kecewaannya kami. Kami sudah jelaskan bahwa kami yang ada di sini adalah pedagang UMKM, pedagang mikro, pedagang kecil,” ucap Jimmy.
“Kami sehari hanya laku 1-2 potong baju. Tidak seramai dulu. Dan daya beli masyarakat sudah turun. Jadi bagaimana kami harus membayar Rp1.443.000. Sedangkan kadang-kadang kami tidak laku satu pun,” katanya.
Karenanya, para pedagang kompak tidak akan membayar tunggakan sewa kios lantaran usaha meraka terganggu akibat ulah oknum pengelola Sarana Jaya.
“Tadi ada kabar katanya mau ditutup akses masuk ke stasiun Tanah Abang dari JPM ini. Kalau begitu kita juga mau tutup 4 (empat) pintu JPM juga,” ancam Jimmy.
“Kita harus bayar sewa dan tunggakan tapi kita dihalangi untuk berdagang di sini. Mau bayar gimana kalau sikap pengelola begitu,” katanya.
Jimmy pun selanjutnya berencana akan mengadu ke DPRD DKI Jakarta. “Kebetulan ada satu Fraksi yang akan menerima kami di sana,” ujarnya.
Ia menegaskan, bahwa pihaknya akan menolak keras jika keputusan akhir harga sewa kios tetap di angka Rp1,4 juta. Ia menyebut angka Rp800 ribu adalah harga mati bagi pedagang.
“Kalau tuntutan kami tidak dipenuhi, maka jangan salahkan kami, kami akan turun lebih besar lagi. Sampaikan ke Sarana Jaya kalau ternyata turunnya hanya Rp50-100 ribu, kami akan tolak,” tegas Jimmy.
Editor: Fian