Kronologi, Gorontalo – Gedung Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kesehatan Bakti Nusantara Gorontalo digembok oleh oknum yang mengklaim tanah yang didirikan bangunan sekolah tersebut adalah miliknya.
Penggembokkan tersebut sudah berlangsung sepekan, sehingga membuat guru dan siswa belum bisa melakukan kegiatan belajar mengajar tatap muka.
Pantauan wartawan kronologi.id Rabu (18/9), di depan SMK Kesehatan Gorontalo terdapat spanduk yang tertulis ‘tanah ini milik Keppe Lamadlaw’. Terlihat di halaman sekolah banyak daun-daun kering hingga tidak terdapat aktivitas dalam gedung sekolah tersebut.
Kelapa Sekolah SMK Kesehatan Bakti Nusantara Gorontalo, Krisna Pandu Dewa Yani mengatakan, penggembokkan pagar sekolah tersebut dilakukan pada hari Rabu (11/9).
“Saya kepala sekolah yang baru dilantik, dan pada Selasa di tanggal 10 yayasan bersama saya masuk sekolah. Namun karena ada penolakan dari oknum yang mengaku memegang surat kuasa atas tanah, maka saat itu juga sekolah mengambil kebijakan pembelajaran daring mulai besoknya hingga saat ini,” jelas Kepala Sekolah SMK Kesehatan, Krisna Pandu Dewa Yani saat diwawancarai melalui telepon.
Krisna berharap, hal ini bisa segera diselesaikan agar aktivitas pembelajaran siswa-siswi kembali seperti biasanya.
“Harapan kami Pemerintah Provinsi Gorontalo bisa memfasilitasi melalui dinas atau lembaga terkait sehingga bisa membuka gembok. Masalah antara Yayasan dan ahli waris tanah secepat mungkin diselesaikan secara kekeluargaan sehingga kepentingan masyarakat untuk mendapat pendidikan yang layak bisa diwujudkan,” harapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Gorontalo Rusli Nusi, menyayangkan penggembokan pagar sekolah yang mengakibatkan terganggunya aktivitas belajar mengajar. Kata dia, pihaknya tidak bisa masuk dalam urusan internal antara yayasan dan ahli waris.
“Pertama kami sampaikan bahwa sekolah ini adalah sekolah swasta sehingga sulit bagi kami mengintervensi terlalu jauh. Penutupan sekolah ini murni karena konflik internal keluarga/ahli waris yayasan. Keprihatinan kami lebih kepada nasib guru dan ratusan siswanya,” kata Rusli Nusi.
Rusli menjelaskan, konflik yayasan bermula dari pergantian pengurus yayasan yang didirikan oleh Yetty Lamadlauw sebagaimana akta Nomor 15 tahun 2010 dan susunan kepengurusan itu diubah oleh beberapa pihak melalui akta Nomor 43 tanggal 2 November 2021 dengan tidak menyertakan Yetty Lamadlauw sebagai pengurus.
“Nah ini kemudian bergulir di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi Negeri hingga ke Mahkamah Agung. Kami sudah menerima salinan putusan MA yang pada intinya menolak permohonan para pemohon. Artinya ibu Yetty sebagai pendiri yang menenangkan sengketa ini,” jelas Rusli.
Saat ini Rusli berharap agar penyelesaian masalah tersebut cepat selesai. Ia menyayangkan nasib ratusan siswa dan guru di sekolah, terlebih siswa kelas XII sebentar lagi akan ujian akhir.
Penulis: Audy Anastasya