Oleh: Legisan Samtafsir
(Ketum Gerakan Nasional Indonesia Gemilang)
Menyatukan Anies dengan PDIP sungguh tidak sulit, karena keduanya memiliki banyak kesamaan. Pertama, meskipun Anies seorang Muslim yang taat, tetapi ia sangat egaliter dan menghargai keragaman, bahkan keragaman agama. Penghormatannya kepada semua pemeluk agama, tidak diragukan saat memimpin Jakarta (2017-2022), bahwa semua agama diayomi dan dilayani secara setara.
Sedangkan PDIP punya slogan ‘kepak sayap kebhinekaan’, sebagai partai nasionalis yang menghargai keragaman. Dari situ, PDIP dan Anies sudah satu untuk saling menguatkan maju mengikuti kontestasi di Pilgub Jakarta.
Kedua, Anies adalah representasi bahkan personifikasi harapan publik, yang kini benar-benar diabaikan oleh rezim Jokowi dan bahkan oleh partai-partai yang merapat kepadanya. Anies ditinggalkan begitu saja oleh PKS, PKB dan Nasdem, dengan tanpa pesan dan kesan yang merasa bersalah sama sekali, padahal efek Anies bagi ketiga partai tersebut di pilpres 2024 sangat-sangat signifikan.
Anies bagaikan habis manis sepah dibuang, mereka merasa berjasa untuk Anies tapi tak sedikitpun merasa berhutang budi kepada Anies. Bahkan teman seperjuangannya, Cak Imin, meninggalkannya tanpa perasaan empati.
Di sisi lain, PDIP juga pihak yang sangat-sangat dikhianati oleh orang yang dibesarkannya sejak orang itu benar-benar nothing hingga menjadi besar yang tiba-tiba mengidap keangkuhan yang keterlaluan. PDIP dizalimi oleh anak binaannya sendiri. Orang itu meninggalkan PDIP dengan tanpa perasaan bersalah sama sekali.
Dari situ, Anies dan PDIP memiliki nasib yang sama, chemistry yang sama, sehingga apabila keduanya menyatu, maka itu akan menjadi kekuatan yang besar, sama-sama sebagai pihak yang dizalimi rezim dan kroninya.
Ketiga, meskipun Anies pernah menjadi Menteri Kabinet Jokowi tetapi kemudian ia dianggap sebagai oposisinya. Saat ini Anies adalah antitesa Jokowi dan semua pendukung rezimnya. Sisi lain, PDIP juga tak jauh berbeda. Meskipun PDIP yang mengusung Jokowi untuk kontestasi ke Pilpres 2014 dan 2019, tetap kini PDIP menjadi partai ditinggal oleh rezim, dan kini menjadi oposisi rezim.
Jadi, keduanya sudah dalam pihak yang sama, yaitu oposisi bagi rezim KIM. Jelas, jika keduanya bersatu, maka seluruh rakyat yang peduli dan memahami, akan mendukung keduanya.
Keempat, kepedulian dan pembelaan Anies terhadap rakyat kecil sangat menonjol dalam semua pemikiran, gagasan dan kebijakan, khususnya saat beliau menjadi Mendiknas dan Gubernur DKI. Anies adalah potret pejabat pemerintah yang mengutamakan keadilan bagi rakyat. Strategi “membesarkan yang kecil, meskipun tanpa mengecilkan yang besar,” adalah wujud idealisme Anies dalam bernegara.
Di sisi lain, PDIP jelas dikenal sebagai partai wong cilik, yang dalam kebijakannya memperhatikan dan membela masyarakat akar rumput (grass root). PDIP memposisikan sebagai partai pembela rakyat kecil. Maka Anies dan PDIP sudah bertemu dalam strategi dan idealisme bernegara itu.
Maka jika keduanya bersatu, akan menjadi kekuatan yang bisa diharapkan membela dan mengangkat wong cilik untuk bangkit. Seluruh rakyat akan bangkit mendukung keduanya bersatu.
Kelima, Anies dan PDIP kini menjadi pihak yang terganjal dan ditinggal oleh partai-partai lain, untuk maju di kontestasi Pilgub Jakarta. Dengan putusan MK nomor 60 tahun 2024 teranyar itu, maka keduanya jelas-jelas dipertemukan dan diharapkan oleh seluruh warga Jakarta untuk bersatu.
Hambatan Apa Lagi?
Tidak ada, tidak ada hambatan apapun yang menghalangi keduanya bersatu untuk maju mendaftar ke KPU. Maka sebaiknya antara keduanya jangan saling menunggu, ekuh pekewuh. Segeralah untuk berkunjung, siapapun yang memulai tak soal, tapi segera. Ambil momen ini.
Keduanya jangan merasa saling dibutuhkan, tapi hendaknya merasa saling membutuhkan. Demi negara dan bangsa, PDIP atau Anies tidak perlu ragu memulai terlebih dahulu. Maka, jika itu terjadi, dan PDIP-Anies bersatu, maka seluruh relawan dan warga Jakarta akan bersyukur dan menyambutnya dengan gegap gempita. Mereka akan mengantarkan Anies ke KPU dengan lautan manusia, yang menggetarkan penduduk bumi dan langit. Allahu Akbar!
Jakarta, 20 Agustus 2024