Kronologi, Gorontalo – Salah satu oknum pegawai puskesmas yang ada di Kabupaten Pohuwato diduga ikut terlibat dalam kasus dugaan aborsi terhadap seorang gadis berinisial R (20 tahun) asal Kecamatan Buntulia.
Berdasarkan pengakuan keluarga korban, oknum pegawai puskesmas itu berinisial FB, yang tidak lain merupakan saudara kandung dari FH. FB saat ini juga berstatus sebagai Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Menurut keluarga korban, obat-obatan yang diduga dipakai oleh FH untuk menggugurkan kandungan pacarnya itu berasal dari FB.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kesehatan Pohuwato, Fidi Mustafa, mengatakan bahwa hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan laporan terkait persoalan tersebut.
Menurutnya, jika FB benar-benar berstatus sebagai PPPK di salah satu puskesmas, dan terbukti secara hukum turut terlibat pada kasus tersebut, maka pihaknya tinggal melanjutkan persoalan itu ke Badan Kepegawaian Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Pohuwato untuk dilakukan sidang.
“Karena sanksi Kepegawaian itu bukan sama kami, BKPSDM yang menentukan karena dia ada tim penilai kinerja, ketuanya Pak Sekda,” katanya. Rabu (31/7/2024).
Tim penilai itu juga kata Fidi, yang nantinya akan memutuskan kategori pelanggaran tersebut apakah ringan, sedang atau berat. Sanksi paling berat sambungnya, bisa berujung pada pemecatan.
Tidak hanya itu, Fidi juga meminta kepada korban untuk membuat laporan kepada dinas kesehatan terkait keinginannya atas persoalan tersebut.
“Nanti (oknum FB) kami panggil, kami periksa. Hasilnya nanti kami teruskan ke BKPSDM. Aborsi itu dilarang, kecuali indikasi medis. Undang-undang kesehatan, tidak boleh melakukan praktek-praktek aborsi,” jelasnya.
Selain itu kata dia, jika persoalan itu memang benar terjadi, maka harus dipertanyakan dari mana obat yang diduga digunakan untuk menggugurkan itu didapatkan.
“Nanti juga dilihat kategori obat itu harus resep dokter atau tidak. Kalau obat resep dokter kan tidak boleh sembarang. Makanya nanti polisi yang akan dalami itu,” ucapnya.
Fidi, juga kembali menegaskan bahwa apabila korban ingin melaporkan proses pelanggaran Kepegawaian yang bersangkutan, maka pihaknya akan menunggu dan memproses sesuai dengan peraturan kepegawaian.
“Itu kalau memang keluarga (korban) mau ada semacam sanksi Kepegawaian,” pungkasnya.
Penulis: Hamdi