SEMARANG – Wali Kota Semarang, Agustina, menyampaikan apresiasi terhadap pelaksanaan Youth Forum yang diinisiasi oleh Stasiun Luar Negeri (SLN) RRI, Selasa (24/6/2025). Forum ini menjadi ruang dialog strategis yang melibatkan generasi muda dalam membahas isu-isu lingkungan melalui perspektif global dan medium komunikasi berbahasa Inggris.
“Kegiatan ini sangat keren. Pemerintah Kota Semarang akan terus mendukung RRI, apalagi jika menyasar generasi muda. Ini bentuk nyata pelibatan mereka dalam penanggulangan bencana dan kepedulian terhadap lingkungan,” tegas Agustina dalam sambutannya dikutip WargaJateng.com.
Ia menambahkan, di tengah krisis iklim dan meningkatnya risiko bencana ekologis, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan media dan komunitas akademik, sangat dibutuhkan untuk memperkuat kesadaran lingkungan (environmental awareness) di kalangan masyarakat, terutama anak muda sebagai agen perubahan.
“Kami butuh dukungan dari berbagai pihak. Sosialisasi dan edukasi aktif, termasuk lewat media seperti RRI, sangat penting untuk membangun kepedulian terhadap lingkungan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Agustina menegaskan bahwa forum ini sejalan dengan prioritas Pemkot Semarang, terutama dalam perluasan ruang terbuka hijau dan penguatan manajemen persampahan. Dalam anggaran perubahan terbaru, Pemkot menambahkan 100 unit kontainer sampah baru sebagai bagian dari solusi penanganan sampah yang adaptif dan terpadu.
“Youth Forum ini bukan sekadar diskusi, tapi juga ruang pembentukan kesadaran kritis dan kepemimpinan hijau bagi anak muda,” tutupnya.
Sementara itu, Kepala SLN RRI, Widhie Kurniawan, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari program unggulan Voice of Indonesia (VoI), yang bertujuan mengangkat suara anak muda Indonesia ke pentas global, terutama terkait isu lingkungan.
“Kami ingin kepedulian anak muda Semarang terhadap isu lingkungan bisa diaplikasikan dan disuarakan hingga ke tingkat internasional,” ujarnya.
Forum yang mengusung tema “Trailblaze the Green Shift” ini diikuti mahasiswa dari lebih dari 10 perguruan tinggi ternama di Kota Semarang, seperti UNNES, UDINUS, UNISSULA, UNIMUS, SCU, UPGRIS, UIN Walisongo, USM, dan Akpol. Mereka mendiskusikan isu-isu penting seperti urban heat island, sampah plastik, hingga krisis air bersih, sambil merumuskan solusi lokal untuk tantangan global.
Salah satu peserta forum, Afiana (co-founder Semarang Wegah Nyampah/SWN), membagikan pengalamannya dalam menggalang kampanye minim sampah sejak 2019. Komunitasnya aktif memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan pesan tentang gaya hidup ramah lingkungan.
“Kami mengedepankan pesan refuse first before reuse and recycle, karena upaya reuse dan recycle akan lebih efektif jika kita lebih dulu menolak sampah,” ungkap Ana.
Menurutnya, aksi sederhana seperti membawa tumbler atau totebag saat belanja dapat berdampak besar bila dilakukan secara kolektif.
Ia juga mengenalkan konsep decluttering atau pemilahan sampah yang bisa memperpanjang usia pakai barang serta mengurangi volume sampah ke TPA.
“Suara anak muda itu fresh, kreatif, dan bisa terdengar lebih lantang lewat sosial media. Harapannya, semakin banyak anak muda yang sadar, peka, dan ambil aksi nyata untuk lingkungan,” tutup Ana.**