Kronologi, Jakarta – Manager Riset dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi menduga, salah satu penyebab saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, mandek tak mampu menyentuh level Rp3000- an ke atas per lembar, karena para direksinya masih diisi oleh orang-orang lama yang mempertahankan status quo. Kendati, Dian Siswarini, Direktur Utama Telkom baru, dipilih oleh pemegang saham pada RUPST 27 Mei lalu, bukan dari lingkaran perseroan.
“Meski terjadi pergantian posisi, namun jika dicermati mayoritas direksi masih berasal dari internal Telkom sendiri, atau setidaknya figur-figur yang sudah lama berputar dalam lingkaran BUMN,” kata Badi saat dihubungi Kronologi.id, Minggu (15/6/2025).
Diketahui, Dian Siswarini yang kini menjadi Dirut Telkom, merupakan mantan bos XL Axiata. Jika ditotal bersama Dian, Telkom memiliki sembilan direksi.
Dikutip dari berbagai sumber, para direksi yang membersamai Dian, yaitu Muhammad Awaluddin (Wakil Direktur Utama Telkom). Ia sudah berkarir di perseroan sejak tahun 1990-an dengan menempati berbagai posisi strategis, dan 2012 diangkat sebagai Direktur Enterprise & Business Service di Telkom hingga 2016. Lalu, 2016-2023 menjabat sebagai Direktur Utama PT Angkasa Pura II (AP II), kemudian diangkat menjadi Komisaris Utama PT PELNI (Persero).
Direksi lainnya yang juga sosok lama yaitu Honesti Basyir kini sebagai Direktur Wholesale & International Service, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Pengembangan Bisnis. Honesti pernah menjabat Dirut PT Bio Farma selama beberapa tahun. Di perseroan berbagai posisi sudah ditempati, baik Direktur Group Business Development, Direktur Keuangan PT Telkom Indonesia, Vice President Strategic Business Development Direktorat IT Solution & Strategic Portfolio serta Assistant Vice President Business & Finance Analysis dan Project Controller-1 Project Management Office.
Berikutnya Henry Christiadi, Direktur Human Capital Management Telkom. Karier profesional Henry dimulai sejak 1997 di PT Telkom, dan berkembang dalam berbagai peran strategis. Baik sebagai Staf Performansi, Interkoneksi dan Kemitraan, Vice President Regulatory Management di PT. Telkom Indonesia pada 2019.
Selanjutnya, Faizal Rochmad Djoemadi, kini Direktur IT Digital Telkom, yang sebelumnya
sebagai Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero). Faizal juga sosok lama di Telkom. Ia pernah berkarier sebagai Deputy Executive General Manager Divisi Wholesale Service Telkom, Board of Comissioner PT. Patra Telekomunikasi Indonesia (anak usaha Telkom), Executive Vice President Divisi Wholesale Service Telkom Board of Comissioner PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), anak usaha Telkom, Presiden Direktur PT Telkom Indonesia International (Telin) pada 2016, anak perusahaan Telkom, Direktur Digital Business & Innovation Telkom. Lalu, Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero).
Kemudian, sosok lama yaitu Nanang Hendarno, yang kini Direktur Network & IT Solution Telkom, Sebelumnya, menjabat sebagai Direktur Keuangan Telkom, Direktur Wholesale and International Service, Direktur Group Business Development.
Untuk kemungkinan sosok baru di perseoran yaitu Seno Soemadji, menjabat Direktur Strategic Business Development & Portfolio, yang sebelumnya Executive Vice President dan Head of TechCo di Indosat Ooredoo Hutchison.
Selanjutnya, Direktur Enterprise & Business Service Telkom, Verenita Yosephine, sebelumnya Presiden Direktur PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP). Dan, Arthur Angelo Syailendra, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Telkom.
Menurut Badi, bila masih ada figur-figur lama dalam sebuah institusi, terlebih BUMN, kemungkinan mereka akan mempertahankan budaya lama. Bahkan terobosan yang dicetuskan pun cenderung monoton, tidak menarik bagi pasar.
“Ini memunculkan persepsi bahwa kemungkinan besar budaya lama masih dipertahankan, termasuk masalah birokrasi, ego sektoral antar unit usaha, dan kurangnya terobosan baru yang agresif,” ucapnya.
Padahal, tegas dia, kecenderungan investor pasar modal lebih menyukai perubahan yang disruptif atau game-changing, bukan sekadar rotasi administratif. Sehingga pergantian tidak menciptakan katalis jangka pendek untuk harga saham.
Sebenarnya, tutur Badi, Dirut baru Telkom, Dian Siswarini, yang pernah memimpin XL Axiata, memiliki catatan cukup baik secara operasional. Namun, Telkom Group secara skala jauh lebih besar, kompleks, dan sangat politis lantaran berstatus BUMN strategis.
“Investor mungkin masih menunggu bagaimana leadership style-nya diterjemahkan dalam strategi konkret, apakah mampu mengatasi fragmentasi di dalam tubuh Telkom Group, serta menyederhanakan fokus bisnis,” tukasnya.
Penulis: Nando