Kronologi, Jakarta – Kasus peretasan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 Surabaya yang dikelola oleh TelkomSigma, anak usaha PT Telkom Indonesia, pada 2024 lalu, telah menimbulkan kekhawatiran berbagai kalangan tentang kemampuan Telkom dalam menjaga dan melindungi kedaulatan digital Indonesia.
Diketahui, serangan ransomware Brain Cipher pada PDNS 2 Surabaya tahun lalu, sempat membuat data tidak bisa dipulihkan. Hal ini membuka pertanyaan tentang keamanan dan perlindungan data publik dan pemerintah yang begitu vital di era digital saat ini.
“Setahu saya Telkomsigma itu mengelola sejumlah layanan milik pemerintah. Pertanyaannya? Pasca terjadi serangan tahun lalu hingga saat ini, berapa jumlah layanan milik pemerintah yang sudah berhasil dipulihkan dan berapa yang belum. Kita belum tahu angka pastinya, biar jadi pembelajar. Seharusnya mereka transparan soal itu,” kata Direktur Rumah Politik dan Kebijakan Publik Indonesia Fernando Emas dalam keterangannya, Senin (19/5/2025).
Fernando juga mengingatkan, Telkom sebagai induk perusahaan TelkomSigma sudah seharusnya bertanggung jawab penuh atas serangan siber (ransomware brain chipter) PDNS 2 Surabaya tahun lalu. Karena, Telkom Group menjadi bagian dari Kemitraan Telkom LintaSarta-Sigma-neutraDC yang ditunjuk Kominfo sebagai penyedia layanan PDNS Surabaya Tahun 2024 sesuai tender.
Apalagi, PDNS itu merupakan bagian dari program strategis pemerintah dalam implementasi arsitektur Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE). Jika diingat, terdapat 282 instansi pemerintah yang datanya tersimpan di PDNS Surabaya.
“Bagaimana pun Telkom adalah induk Telkomsigma. Meski Telkom tidak terlibat langsung, tapi tanggungjawab secara hierarkis itu tidak bisa diabaikan begitu saja,” kata dia.
Dia menyarankan agar momentum Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Telkom pada 27 Mei 2025 mendatang, dijadikan sarana evaluasi untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh.
“Kasus PDNS yang dianggap sebagai bencana nasional kala itu harus dijadikan Pemerintah selaku pemegang saham mayoritas sebagai momentum untuk melakukan pembenahan dan penyegaran kepada jajaran direksi. RUPST nanti saya kira merupakan forum yang tepat bagi pemerintah untuk melakukan penyegaran,” tegasnya.
Menurut dia, kasus peretasan tahun lalu, hendaknya tidak dilupakan begitu saja. Menurutnya, saat ini merupakan momentum yang tepat bagi pemerintah untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang, dengan cara membenahi BUMN dalam hal ini Telkom, sebagai induk Telkomsigma.
“Sekali lagi, kasus peretasan PDNS 2 Surabaya tersebut menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan Telkom selaku induk usaha dalam menjaga data nasional. Peningkatan kemampuan dan sistem keamanan siber sangat penting untuk menjaga kedaulatan digital Indonesia,” ujarnya.
Dia mengingatkan, Presiden Prabowo Subianto sangat menaruh harapan besar pada sektor digitalisasi. Pangkalnya, Indonesia masih rawan dengan gangguan teknologi, termasuk serangan siber
Karenanya, kedaulatan digital sangat penting, tak heran bila tersirat masuk dalam poin tiga dari 17 Program Prioritas Presiden Prabowo, yang menyebutkan “Penguatan Pendidikan, Sains, dan Teknologi, serta Digitalisasi.” Namun, yang menjadi permasalahan dari dahulu yaitu keamanan data digital masyarakat.
“Kasus PDNS inikan berdasarkan desas desus yang berhembus membuat bapak Presiden Prabowo kala itu saat beliau masih menjabat Menhan sangat kecewa sekali. Pantas beliau kecewa karena selama ini beliau sangat concern sekali soal kedaulatan termasuk kedaulatan digital ini,” tandasnya.
Hingga saat ini, awak redaksi Kronologi.id masih berusaha menghubungi BSSN dan Komdigi melalui aplikasi perpesanan WhatsApp meminta keterangan mengenai PDNS 2 Surabaya. Namun, belum memberikan respons hingga berita ini diturunkan. Awak redaksi Kronologi.id juga masih berusaha meminta keterangan dari pihak Telkom.
Sebagai informasi, dalam rapat bersama Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/9/2024) silam, Wamenkominfo (saat ini Komdigi) Nezar Patria menyampaikan progres mengenai upaya penanganan kasus peretasan PDNS 2 di Surabaya. Dimana, data tersebut sudah dipulihkan total.
“Perkembangan pemulihan layanan PDNS saat ini layanan publik prioritas seluruhnya telah pulih 100 persen, seluruh data yang terkena ransomware sudah selesai dilakukan proses decrypt 100 persen,” kata Nezar saat itu.
Menurut Nezar, kala itu, pihaknya telah melakukan dekripsi data yang semula diperkirakan memakan waktu selama 209 hari. Namun bisa dipercepat hingga tuntas pada 13 Agustus lalu.
“Proses dekripsi 6.413 VM atau virtual machine yang diperkirakan membutuhkan 209 hari berhasil dipercepat bersama BSSN sehingga selesai pada 13 Agustus,” kata Nezar.
Penulis: Nando