Kronologi, Jakarta – Pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tentang ukuran celana pria menuai sorotan. Karena mengaitkan laki-laki yang memakai celana jeans berukuran 33-34 dapat dipastikan obesitas dan akan lebih cepat mati dibandingkan dengan pengguna jeans di bawah ukuran tersebut.
Terkait itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Arief Poyuono menganggap, pernyataan Menkes Budi tersebut sangat tidak tepat alias ngawur.
“Ngawur lagi nih menteri kesehatan Presiden Prabowo,” tulis Arief melalui akun X miliknya, Minggu (18/5/2025).
Arief menegaskan, pengukuran kesehatan seseorang seharusnya tidak hanya dilihat dari ukuran celana atau indeks massa tubuh (BMI).
“BMI (Body Mass Index) itu bukan ukuran untuk kesehatan orang, karena BMI itu ditentukan juga dengan masa tulang seseorang,” ujarnya.
Karenanya, ia menganggap, pernyataan Menkes tersebut bisa menyesatkan publik dan tidak mencerminkan pendekatan medis yang komprehensif. Ia bahkan mempertanyakan kompetensi Menkes yang bukan berasal dari latar belakang pendidikan kedokteran.
“Setuju enggak Menkes yang tidak berlatar belakang dokter kita minta ganti?” sindirnya.
Diketahui, Budi Gunadi Sadikin menjadi orang pertama di Indonesia yang menjabat Menkes tapi tidak memiliki latar belakang pendidikan dokter. Dia sebelumnya menjabat Wakil Menteri BUMN.
Budi merupakan lulusan Jurusan Fisika Nuklir Institut Teknologi Bandung. Dia dipilih Presiden ke-7 RI Joko Widodo menjadi Menteri Kesehatan menggantikan Terawan Agus Putranto.
Teranyar, Menkes dua periode itu kembali menyampaikan pernyataan kontroversi bahwa orang yang memiliki gaji Rp5 juta merupakan orang yang tidak pintar
Sebelumnya, Menkes Budi menjelaskan pernyataannya soal pria dengan ukuran celana jeans di atas 32 menjadi ‘alarm’ risiko kematian lebih dini. Ia mengatakan sejatinya ingin menyampaikan terkait body mass index (BMI) atau indeks masa tubuh, tetapi akan lebih dimengerti oleh publik jika digunakan dengan ukuran lingkar celana.
“Gini, ini saya tuh kalau diomongin suka salah. Gini ya, liver ini, kalau lemak itu kita makan, normalnya masuk di bawah kulit subcutaneous. Kalau dari situ lebih, dia nempel ke organ (lain), jantung, liver, ini. Itu namanya visceral fat, ini bahaya,” kata Menkes Budi usai rapat kerja di Komisi IX DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2025).
Budi menerangkan, lemak yang menempel pada tempat yang tidak seharusnya akan memicu pro-inflamasi sitokin, salah satunya yang dikeluarkan yakni interleukin 6. Sitokin pro-inflamasi ini jika dikeluarkan semuanya akan merusak organ yang ada.
Lantaran hal itulah ia menyarankan supaya lemak jahat yang bersarang di organ untuk diturunkan. Ia mengatakan sebaiknya masyarakat memiliki BMI di bawah 24.
Penulis: Tio