Kronologi, Jakarta – Transparansi laporan keuangan emiten telekomunikasi besar yaitu PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, khususnya pada kuartal I (Q1) tahun 2025 yang tampak fantastis, menjadi sorotan. Misal, dalam laporan kuartal I-2025, jumlah pelanggan layanan IndiHome residensial (B2C), Telkom membukukan kenaikan 10,4 persen menjadi 9,8 juta pelanggan, sehingga total keseluruhan pelanggan (B2C dan B2B) menjadi 11 juta pelanggan, namun tidak diungkapkan ke publik jumlah yang berhenti berlangganan Indihome.
“Transparansi data pelanggan Indihome yang mencapai 9,8 juta pelanggan residensial (B2C) dan 11 juta B2B (jadi pertanyaan). Karena tidak ada informasi soal churn rate atau berapa banyak pelanggan yang berhenti berlangganan. Ini menyulitkan publik untuk menilai loyalitas pelanggan dan kualitas layanan,” kata Manager Riset dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi dalam keterangannya, Minggu (11/5/2025).
Selain itu, Badi juga mempertanyakan transparansi laporan jumlah Base Transceiver Station (BTS) yang dimiliki Telkom, hingga Maret 2025, sebanyak 278.100 unit, termasuk 227.454 BTS 4G dan 1.910 BTS 5G.
Akan tetapi, Telkom sangat minim melaporkan data jumlah unit BTS yang non-active atau down. Padahal, akuntabilitas dalam pembangunan infrastruktur seharusnya tidak berhenti di angka, namun juga dalam fungsi.
“Tanpa transparansi ini, laporan kinerja hanya menggambarkan separuh kenyataan dan menyulitkan pasar menilai efisiensi dan efektivitas perusahaan,” ucapnya.
Untuk secara umum laporan Q1 tahun 2025, Telkom yang mencatatkan laba bersih sebesar Rp 5,8 triliun (margin laba bersih 15,9%), mengalami penurunan tipis sebesar 4,01% dibanding periode sama tahun lalu yaitu Rp 6,05 triliun. Pendapatan Telkom juga mengalami penurunan 2,11% menjadi Rp 36,6 triliun. Lalu, EBITDA (Laba sebelum Bunga, Pajak, Depresiasi, dan Amortisasi) konsolidasi tercatat sebesar Rp18,2 triliun dengan margin 49,8%
“Jikan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (2024) laporan keuangan Telkom (Q1 2025), kecenderungannya justru menurun. Dari sisi pendapatan turun 2,1%, EBITDA turun 6,1% dan Labar Bersih turun 4%,” paparnya.
Belum lagi, kendati kinerja keuangan disebut positif, tapi di lantai saham justru PT Telkom mengalami stagnan di level Rp2.600, bahkan dalam beberapa hari terakhir hanya bergerak tipis, nyaris tanpa gairah. Menurut Badi, transparansi laporan keuangan hingga tren yang menurun, akan menjadi perhatian pasar.
“Pasar modal tidak hanya melihat angka absolut, tetapi juga momentum pertumbuhan. Jika pertumbuhan cenderung menurun, maka ini berdampak pada kepercayaan dan kekhawatiran pasar,” tandasnya.