Kronologi, Gorontalo – Sejumlah perempuan yang tergabung dalam Jejaring Aktivis Perempuan dan Anak (JEJAK PUAN) melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Kepolisian Daerah (Polda) Gorontalo, Jumat 2 Mei 2025. Demo ini tepat pada momentum Hari Pendidikan Nasional.
Mereka datang mempertanyakan kredibilitas penyidik pada proses laporan masyarakat tak kunjung selesai di kepolisian. Kritikan keras disampaikan sejumlah perempuan ini melalui poster bertuliskan “Penyidik So Masuk Angin. Betul So?”
Demo puluhan massa aksi sebagai respon dari maraknya kasus kekerasan seksual, khususnya di lingkungan pendidikan, dan beberapa kasus yang pelakunya bahkan belum diadili selama bertahun-tahun. Demo dengan pakaian serba hitam menggunakan payung hitam, sebagai simbol redup nan gelapnya keadilan bagi perempuan dan anak.
Satu dari antara kasus yang disoroti adalah kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh mantan rektor Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo (UNUGo). Kasus tersebut sudah masuk pada tahun penyelidikan. Namun tetapi, sampai hari ini, pelaku masih bebas tanpa diadili.
“Kasus yang korbannya sebelas orang, pelakunya seorang profesor, masih mangkrak. Kami yang mendampingi kasus tersebut masih belum mendapat kejelasan,“ tegas Mega Mokoginta, perwakilan massa aksi.
“Momentum Hari Pendidikan Nasional ini, kami melakukan aksi, tuntutan atas kemarahan kami kepada siapa saja yang melihat kasus kekerasan seksual sebagai kasus yang biasa saja,” sambung Mega.
Pada tahun 2024, mereka juga melakukan aksi yang sama di Hari Pendidikan Nasional. Mirisnya kasus yang dituntut sejak tahun lalu belum juga rampung sampai hari ini. Gorontalo sering disebut dengan serambi madinah, tapi yang terjadi belakangan sangat jauh dari frasa itu. Kasus kekerasan seksual di Provinsi Gorontalo dari tahun 2020 sampai tahun 2025 sangat meningkat.
“Dan anehnya, pelakunya justru orang-orang yang punya elektabilitas,” katanya.
Berikut tuntutan lengkap dari JEJAK PUAN:
1. Meminta Polda Gorontalo dan seluruh institusi kepolisian mempercepat proses hukum terhadap pelaku kekerasan seksual. Salah satu kasus yang belum mengalami perkembangan berarti adalah kasus yang melibatkan mantan Rektor Universitas Nadhlatul Ulama Gorontalo (UNUGO) yang sudah dilaporkan SATU TAHUN yang lalu.
2. Meminta Polda Gorontalo dan seluruh aparat penegak hukum mengedepankan hak dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual dalam seluruh tahapan proses hukum, termasuk meminta keterangan ahli dan psikolog forensik yang independen dan profesional.
3. Polda Gorontalo tidak tebang pilih kasus dan mengedepankan integritasnya dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Jangan ada penghentian penyidikan terhadap kasus-kasus kekerasan seksual.
4. Mendesak Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek) mencabut gelar profesor pelaku kekerasan seksual. Gelar ini tidak layak disandang oleh seorang yang memanfaatkan relasi kuasa sebagai kedok untuk melindungi perbuatan tidak bermoralnya.
5. Meminta dinas yang menangani perlindungan perempuan dan anak, serius dalam penanganan dan pendampingan korban kasus kekerasan seksual dan tidak berlindung dibalik alasan minimnya anggaran.
Penulis: Even Makanoneng