Kronologi, Jakarta – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Rini Widyantini mengingatkan, Survei Penilaian Integritas (SPI) bagi aparatur sipil negara (ASN) bukan sekadar rutinitas evaluasi, tapi gerakan kolektif memperkuat birokrasi yang berintegritas dan melayani.
Menurut Rini, integritas seorang birokrat akan lebih bermakna jika membawa perubahan substantif, yang meningkatkan kualitas hidup rakyat, bukan hanya memperbaiki prosedur internal.
“Mari jadikan SPI bukan sekadar survei, tapi gerakan kolektif secara bersama-sama. Gerakan untuk membentuk birokrasi yang menjunjung nilai, menghindari penyimpangan, dan hadir sebagai birokrasi berintegritas dan melayani yang berpihak pada kepentingan dan harapan masyarakat,” kata Rini dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Dia menjelaskan, SPI menjadi penting karena memotret langsung budaya organisasi, kejujuran dalam pelayanan, dan potensi konflik kepentingan yang ada dalam birokrasi.
Hasil survei ini bukan sekadar data, melainkan gambaran menyeluruh tentang kondisi nilai-nilai dasar di setiap instansi.
“Oleh karena itulah, sebagai upaya dan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi, Evaluasi Reformasi Birokrasi Nasional 2024 menempatkan SPI sebagai indikator utama, dengan bobot tertinggi sebesar 10 poin. Ini adalah sinyal bahwa integritas adalah indikator keberhasilan reformasi birokrasi yang paling krusial,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan, arahan Presiden Prabowo Subianto terkait reformasi birokrasi bahwa reformasi birokrasi harus mampu mencegah kebocoran anggaran, memberantas korupsi, dan memperbaiki pelayanan kepada rakyat.
“Arahan ini memberi kita mandat bahwa reformasi birokrasi bukan hanya mengenai aspek penguatan sistem, tapi aspek peningkatan karakter dan integritas,” ujar Rini.
Sebagai tindak lanjut atas hasil SPI, lanjutnya, Kementerian PANRB telah menerbitkan Peraturan Menteri PANRB Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Konflik Kepentingan.
Kebijakan ini menjadi pengingat bahwa konflik kepentingan adalah salah satu pintu masuk penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan dan harus dikelola secara terstruktur dan sistemik.
“Kami juga memperkuat kolaborasi dengan KPK untuk menyinergikan hasil SPI internal dan eksternal di setiap instansi. Sinergi ini menjadi bagian penting dalam membangun ekosistem integritas yang saling menopang,” jelasnya.
Rini menuturkan melalui pelaksanaan SPI 2025, dirinya berharap seluruh instansi pemerintah, baik di pusat maupun daerah, tidak hanya menjadikan SPI sebagai kewajiban pelaporan, tetapi benar-benar menginternalisasi hasilnya sebagai dasar perbaikan organisasi.
“Dan yang paling penting, saya berharap SPI menjadi gerakan kolektif, bukan sekadar kegiatan teknis. Sebuah gerakan untuk meneguhkan kembali bahwa integritas adalah fondasi birokrasi, dan kepercayaan publik adalah tujuan utamanya,” tambah dia.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengatakan peningkatan indeks integritas membutuhkan komitmen pimpinan organisasi untuk memimpin perbaikan nyata, menjadi teladan perubahan, dan mendukung konsistensi pencapaian tujuan organisasi.
Ia juga menekankan integritas harus dibiasakan hadir secara sistematis dalam keseharian, sehingga berkembang menjadi sebuah kesadaran.
“Komitmen pimpinan untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi akan terlihat ketika skor SPI dipandang sebagai potret dari kondisi saat ini, sehingga rekomendasi perbaikan berbasis skor SPI akan dipandang sebagai panduan untuk perbaikan ke depan,” ucap Setyo.
Pada tahun 2024, lanjutnya, Survei Penilaian Intergritas (SPI) 2024 mengalami kenaikan menjadi 71,53 poin. Angka ini mengalami kenaikan 0,56 poin dari tahun sebelumnya (2023), dimana tahun sebelumnya adalah 70,97.
“Peningkatan-peningkatan ini kita jadikan sebagai evaluasi bahwa angka yang saya sebut bukan hanya sekedar angka, ini untuk melakukan refleksi perbaikan peringkatan,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengapresiasi KPK untuk inisiatif pelaksanaan Survei Penilaian Integritas atau SPI.
Menurutnya, Survei ini bukan sekedar rutinitas, namun SPI adalah instrumen strategis sebagai cermin sekaligus alat bantu bagi pemerintah, termasuk pemerintah daerah.
“Kementerian kami memiliki tanggung jawab yang sangat strategis dalam pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk menjalankan fungsi tersebut, kami sepenuhnya percaya bahwa ukuran keberhasilan sebuah pemerintahan daerah tidak hanya dilihat dari serapan anggaran, atau juga pembangunan fisik semata, tapi dari sejauh mana pemerintah tersebut bisa membangun satu sistem dengan berbasis nilai integritas, transparansi, dan akuntabilitas” jelas Bima.
Di sinilah SPI menjadi sangat penting. Menurutnya, SPI mengukur dari persepsi dan pengalaman pengguna layanan pemerintah, baik dari internal, eksternal, maupun para eksper. Sehingga semua mendapatkan gambaran utuh mengenai kondisi integritas di daerah.
“Saya mengajak seluruh Kepala Daerah untuk tidak berhenti di pelaporan, untuk tidak berhenti di seremonial, untuk tidak berhenti di pemeringkatan. Kita semua harus menindaklanjuti hasil daerah SPI ini dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh. Mari kita jadikan semua temuan SPI sebagai input utama, sebagai faktor yang paling signifikan untuk melakukan penyusunan rencana aksi reformasi birokrasi di tingkat daerah,” pungkasnya.
Penulis: Tio