Kronologi, Gorontalo – Kejaksaan Tinggi Lampung membuka penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pada Pembangunan Jalan Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung Provinsi Lampung tahun 2017-2019.
Asisten Bidang Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Lampung, Armen Wijaya mengatakan, dari rangkaian proses penyidikan tersebut penyidik telah melakukan pemeriksaan
terhadap kurang lebih 47 Saksi yang berkaitan dengan kegiatan Pembangunan Jalan Tol
Terbanggi Besar- Pematang Panggang-Kayu Agung.
“Ada kurang lebih 47 saksi telah diambil keterangan, termasuk mengumpulkan bukti-bukti, seperti surat dan dokumen-dokumen lainnya,” kata Armen dalam keterangan tertulis.
Armen menjelaskan, bahwa penyedia jasa atau kontraktor pada Pekerjaan Pembangunan Jalan Tol Terbanggi Besar- Pematang Panggang-Kayu Agung adalah Divisi V PT Waskita Karya Tbk (BUMN).
Sumber pendanaan proyek berasal dari Viability Gap Fund (VGF) PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek atas pekerjan Pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated.
“Proyek dilaksanakan berdasarkan kontrak Nomor: 003/KONTRAK-DIR/JJC/IV/2017 pada tanggal 5 April 2017, antara Kepala Divisi V PT Waskita Karya selaku kontraktor pelaksana dengan Direktur Utama PT JJC selaku pemilik pekerjaan Proyek Pembangunan Jalan Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung,” jelas Armen.
Nilai kontrak pekerjaan ini sebesar Rp1.253.922.600.000 dengan panjang jalan 12 kilometer. Proyek dilaksanakan selama 24 bulan, terhitung sejak tanggal 5 April 2017 sampai dengan tanggal 8 November 2019. Sementara serah terima PHO dilakukan tanggal 8 November 2019, dengan masa pemeliharaan (FHO) selama 3 tahun.
“Terdapat penyimpangan anggaran pada proyek pekerjaan pembangunan Jalan Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung yang dilakukan oleh oknum tim proyek pada Divisi V PT Waskita Karya dengan membuat pertanggungjawaban keuangan fiktif,” ungkap Armen.
Mantan Kepala Kejaksaan Negeri Tuban ini menjelaskan, modus operandi dalam pembuatan pertanggungjawaban keuangan fiktif tersebut adalah dengan cara merekayasa dokumen tagihan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan proyek tersebut.
“Namun pada faktanya pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang tidak pernah ada dan menggunakan nama vendor fiktif atau menggunakan vendor pinjam nama,” jelas Armen.
Pertanggungjawaban keuangan fiktif yang dilakukan oknum tim proyek atas permintaan dari pimpinan Divisi 5 PT Waskita Karya. Perbuatan ini mengakibatkan kerugian keuangan Negara kurang lebih senilai Rp66.000.000.000.
“Atas fakta-fakta ini tim penyidik menemukan adanya perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, termasuk melakukan penyitaan uang dalam rangka upaya pemulihan kerugian negara dengan total sebesar 1.643.000.000,” tandas Armen.
Penulis: Even Makanoneng