Kronologi, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sebagai tersangka, dalam kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). Ketiga hakim tersebut yaitu Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharuddin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM).
“Berdasarkan alat bukti yang cukup, sudah diperiksa tujuh orang saksi, maka pada Minggu (13/4) malam, penyidik menetapkan tiga orang tersangka,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar, Jakarta, Senin dini hari (14/4/2025).
Qohar menjelaskan, ketiganya merupakan majelis hakim yang menjatuhkan putusan lepas dalam perkara ekspor CPO. Dari hasil pemeriksaan, penyidik mendapatkan fakta bahwa ketiganya menerima uang suap senilai miliaran melalui tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) selaku Wakil Ketua PN Jakarta Pusat pada saat itu.
Uang suap itu berasal dari tersangka Ariyanto (AR) yang merupakan advokat tersangka korporasi dalam kasus ini. “Ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan penerimaan uang tersebut, yaitu agar perkara tersebut diputus ontslag,” kata Qohar.
Untuk selanjutnya, ketiga tersangka ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan. Dengan demikian, tiga tersangka dalam kasus dugaan suap CPO kini menjadi tujuh orang.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan empat tersangka, yakni WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, MS selaku advokat, AR selaku advokat, dan MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Adapun putusan ontslag tersebut dijatuhkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat pada Selasa (19/4) oleh Hakim Ketua Djuyamto (DJU) bersama dengan hakim anggota Ali Muhtarom (AM) dan Agam Syarief Baharudin (ASB).
Di putusan ini, para terdakwa korporasi yang meliputi PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group terbukti melakukan perbuatan sesuai dengan dakwaan primer maupun subsider jaksa penuntut umum (JPU).
Kendati demikian, majelis hakim menyatakan perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle rechtsvervolging) sehingga para terdakwa dilepaskan dari tuntutan JPU. Majelis hakim juga memerintahkan pemulihan hak, kedudukan, kemampuan, harkat, dan martabat para terdakwa seperti semula.
Penulis: Tio