ARAH PANTURA – Perjalanan spiritual Thudong kembali digelar pada tahun 2025. Sebanyak 38 biksu berangkat dari Bangkok, Thailand, untuk melakukan perjalanan sejauh 2.657 kilometer dengan berjalan kaki. Mereka akan melintasi empat negara—Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia—dengan tujuan akhir Candi Borobudur.
Pelepasan rombongan biksu dilakukan pukul 08.00 pagi waktu setempat oleh Lumpo, biksu tertinggi di Kerajaan Thailand. Turut hadir Prabu Diaz, Panglima Tinggi Laskar Macan Ali Nuswantara yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Forum Lingkungan Hidup dan Budaya Nuswantara, yang bertindak sebagai penanggung jawab internasional “Thudong 2025”.
Perjalanan spiritual ini berlangsung lebih dari tiga bulan dengan rute yang dimulai dari Bangkok, Thailand. Dari sana, para biksu akan berjalan menuju perbatasan Malaysia di Padang Besar.
Di Malaysia, mereka akan menempuh perjalanan selama 30 hari, menyusuri berbagai kota pesisir hingga tiba di Johor Bahru. Perjalanan berlanjut ke Singapura selama 12 hari, sebelum akhirnya memasuki Indonesia melalui Batam pada 12-15 April 2025.
Setelah menghabiskan empat hari di Batam, rombongan akan terbang ke Jakarta, di mana mereka akan disambut oleh Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Bina Masyarakat Buddha. Jika memungkinkan, pelepasan menuju Borobudur juga akan dilakukan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka.
Pada 8 Mei 2025, para biksu dijadwalkan tiba di Candi Borobudur, dan keesokan harinya mereka akan menginjakkan kaki di Stupa Puncak Candi Agung Borobudur.
Sebagai bagian dari rangkaian perayaan Waisak, mereka akan mengikuti prosesi pengambilan Api Abadi di Mrapen pada 10 Mei dan pengambilan Air Suci di Jumprit pada 11 Mei. Perayaan puncak Hari Waisak akan digelar di Candi Borobudur pada 12 Mei 2025.
Usai prosesi Waisak, para biksu akan kembali ke Jakarta pada 13 Mei sebelum akhirnya pulang ke negara masing-masing pada 14 Mei 2025.
Prabu Diaz berharap perjalanan ini menjadi simbol toleransi, perdamaian, dan persaudaraan antarbangsa.
“Kami mohon doa restu dari seluruh masyarakat Indonesia. Mari kita sambut ‘Thudong 2025’ sebagai bukti bahwa Indonesia adalah bangsa yang sangat toleran,” ungkapnya.
Thudong 2025 bukan sekadar perjalanan spiritual, tetapi juga cerminan nilai-nilai harmoni, keberagaman, dan kebersamaan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia. Makin Tahu Indonesia.**
Artikel ini juga tayang di ArahPantura.id