Kronologi, Bandung – Civitas Akademika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) – Bandung, bergolak. Mereka mengirimkan surat terbuka kepada Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro mengenai sistem pemilihan anggota Majelis Wali Amanat (MWA) dan pimpinan universitas di UPI yang dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi yang sehat.
Para Civitas Akademika UPI meminta Mendikti Saintek untuk turun tangan meninjau dan memperbaiki sistem pemilihan anggota Majelis Wali Amanat (MWA) dan rektor di kampus tersebut yang menerapkan metode pemungutan suara one person nine vote.
Hal tersebut seperti tertuang dalam surat terbuka yang ditandatangani para civitas akademika dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Senin (2/12/2024).
“Metode one person nine vote bertentangan dengan demokrasi di dalam kampus. Tak hanya itu, metode one person nine vote juga berpotensi munculnya blok internal dan eksternal di lingkungan kampus. Akibatnya, keanggotaan MWA menjadi kurang representatif dalam mewakili senat akademik dan fakultas,” bunyi surat terbuka itu.
Sementara itu, mereka juga mempertanyakan metode one person three votes dalam pemilihan calon rektor yang akan diajukan oleh Senat Akademik (SA) kepada MWA. Mereka menganggap sistem ini berpotensi menciptakan transaksi jabatan antar calon, sehingga menghambat kesempatan bagi kandidat lain yang memiliki pandangan berbeda.
Mereka mengusulkan pemilihan calon MWA maupun pimpinan universitas menggunakan metode yang menjunjung tinggi asas keadilan. Hal itu bertujuan untuk menciptakan tata kelola universitas yang baik.
“Agar pemilihan suara di UPI, baik untuk calon anggota MWA maupun rektor, dilakukan dengan metode one person one vote,” sambung bunyi surat terbuka.
Sebagai lembaga pendidikan tinggi, UPI harus menjadi contoh dalam menjunjung nilai demokrasi. Demokrasi kampus harus menjadi instrumen seleksi terbaik untuk suksesi kepemimpinan berbasis meritokrasi dan kompetisi yang sehat.
“Sementara di UPI, sistem yang feodalistik mendorong pengaturan ‘jalur putra mahkota’, sehingga menghambat partisipasi dan memunculkan fenomena pseudo-demokrasi. Sistem ini juga menciptakan dampak buruk seperti transaksi utang budi, rektreutmen yang anti-meritokrasi, serta pembelahan intenal di kalangan civitas akademika UPI,” bebernya.
“Dengan ini, kami memohon kepada Bapak Menteri untuk meninjau dan memperbaiki sistem pemilihan anggota MWA dan rektor di UPI, agar lebih demokrastis dan mendukung tata kelola universitas yang baik,” imbuhnya.
Surat terbuka itu sendiri ditandatangani oleh Prof. Dr. Aceng Ruhendi Saifullah, M.Hum, Prof. Dr. Aim Abdulkarim, M.Pd, Prof. Dr. Edi Suryadi, M.Si, Prof. Dr. Mokhamad Syaom Barliana, M.Pd., M.T, Prof. Dr. Nugraha, SE. Ak. M.Si, CA, CPA., CFP, dan Prof. Dr. Didin Saripudin, M.Si.
Editor: Fian