Kronologi, Gorontalo – Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gorontalo, Victor Asiku, terus memaksimalkan proyek inovasi perubahan Transparansi dan Akuntabilitas Layanan Retribusi Terintegrasi atau TAKAR ISI.
Victor mengatakan, dalam inovasi perubahan ini sistem pembayaran retribusi secara tunai akan diubah menjadi non tunai menggunakan QRIS yang lebih efisien, aman, dan transparan. Pada aspek transparansi dengan sistem digital, setiap transaksi pembayaran retribusi dapat tercatat dengan jelas dan mudah diakses oleh semua pihak yang berkepentingan.
Menurut Victor, hal itu dapat mengurangi potensi penyalahgunaan dan kecurangan. Sedangkan pada aspek akuntabilitas, sistem digital memungkinkan pelacakan setiap pembayaran secara real-time dan menyediakan bukti pembayaran yang sah. Hal ini memastikan bahwa semua pembayaran diterima dan dicatat dengan benar.
“Proyek perubahan ini akan memberikan benefit experience bagi pedagang. Pedagang akan memperoleh pelayanan kesehatan gratis setiap
bulan dan layanan tera ulang timbangan pada posko-posko yang akan disediakan di pasar,” kata Victor usai menggelar pertemuan bersama pedagang, Senin 29 juli 2024 kemarin.
Inovasi perubahan retribusi pasar diharapkan dapat meminimalisir penyalahgunaan dalam pengelolaan retribusi dan meningkatkan penerimaan retribusi sesuai target yang ditetapkan. Dengan demikian, pengelolaan retribusi yang transparan, akuntabel, efektif, dan efisien akan terwujud.
Victor menjelaskan, proyek perubahan ini juga relevan dengan implementasi reformasi birokrasi tematik pada aspek digitalisasi administrasi pemerintahan dan RKP 2024 yang dijabarkan dalam 7 Prioritas Nasional (PN). Termasuk sejalan dengan penerapan elektronisasi transaksi pemerintah daerah dalam mendukung perbaikan pengelolaan keuangan pemerintah daerah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2018 tentang Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik/SPBE.
Ia mengungkapkan, permasalahan yang terjadi di Disperindag hari ini adalah belum optimalnya pengelolaan retribusi pasar di Kabupaten Gorontalo. Kondisi ini memperlihatkan tata kelola retribusi pasar masih kurang efektif.
“Besarnya potensi penyalahgunaan yang mengakibatkan terjadinya kebocoran retribusi disebabkan sistem pengelolaan retribusi yang dilakukan masih manual,” jelas Victor.
Selain itu, masalah lain yang dihadapi yakni rendahnya kompetensi dan profesionalisme petugas pungut retribusi pasar dimana seringkali ditemukan petugas tidak memberikan karcis kepada pedagang sebagai tanda telah melakukan pembayaran retribusi.
Hal ini tentunya berdampak pada penerimaan pembayaran retribusi yang tidak sesuai dengan target. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka solusi yang akan dilakukan yaitu mengubah pola pengelolaan retribusi pasar yang selama ini masih manual ke berbasis digital.
“Untuk mewujudkan hal itu, maka dilakukan kerjasama dengan perbankan untuk penyediaan sistem QRIS yang akan digunakan sebagai alat pembayaran retribusi yang sah. Dengan penggunaan QRIS, maka pembayaran retribusi akan lebih mudah dikontrol dan pencatatannya akan lebih akurat sehingga kesalahan dan potensi penyalahgunaan akan semakin kecil,” tutup Victor.
Penulis: Even Makanoneng