Kronologi, Jakarta – Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok masih menganggap kekalahannya pada Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu karena gara-gara ‘politik identitas’. Ia menganggap masyarakat Jakarta belum siap menerima keberagaman, seperti disampaikannya baru-baru ini di program Rosi Kompas TV.
Padahal, berdasarkan catatan redaksi, justru yang pertama kali ‘mengulik-ulik’ soal agama adalah Ahok sendiri dengan tanpa hak menafsirkan kitab suci Agama Islam Al-Quran, tepatnya Surah Al-Maidah Ayat 51 di depan warga Kepualauan Seribu.
“Sebenarnya kekalahan Ahok bukan karena politik identitas, tetapi arogansi Ahok. Dan hemat saya benar sebenarnya kata (eks Wapres) JK, itu dulu kenapa dia enggak terpilih, itu (karena dia melakukan) gol bunuh diri sebenarnya,” kata Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Sukron Kamil, Sabtu (20/7/2024).
Gol bunuh diri yang dimaksud ini adalah pernyataan Ahok tentang Al-Quran Surah Al Maidah ayat 51 yang kemudian menyulut protes dari mayoritas umat Islam. Meskipun Prof. Sukron Kamil tidak menampik bahwa Anies Baswedan sebagai kontestan saat itu jugs mendapat keuntungan secara elektoral akibat blunder yang dilakukan oleh Ahok tersebut.
Terutama di putaran kedua saat menyisakan dua pasangan calon. Yaitu Anies-Sandiaga dan Ahok-Djarot. Sehingga Anies lebih dipilih oleh kelompok Islam yang memprotes Ahok tersebut karena adanya kesamaan latar belakang agama.
“Bahwa memang katakanlah kelompok Islam politis bahkan yang cenderung fundamentalis-politis seperti Front Pembela Islam (FPI) memihak ke Anies, kan wajar. Karena calon lain kan enggak ada waktu itu di putaran kedua,” ucap mantan Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta itu.
Sementara umat Islam lainnya sebenarnya, tidak mempermasalahkan seorang gubernur atau kepala daerah berasal dari agama yang berbeda. Kecuali kalau untuk kepala negara. Hal ini sesuai dengan sejarah politik umat Islam.
“Dinasti Abbasiyah misalnya, perdana menterinya itu dari kaum Barmak yang (beragama) Buddha,” ungkap penulis puluhan buku di antaranya “Pemikiran Politik Islam Tematik” dan “Islam dan Politik Demokrasi: Telaah Konseptual & Historis” ini.
Bahkan, katanya melanjutkan, Al Maidah ayat 51 yang dijadikan dasar oleh kelompok 212 atau FPI menolak pemimpin dari kalangan nonmuslim bukan tafsir standar di kalangan umat Islam. Karena Al Maidah 51 itu tidak berdiri sendiri. Ayat itu harus ditafsirkan lagi dengan surat Al-Mumtahanah ayat 8.
“Bahwa larangan nonmuslim dijadikan pemimpin publik itu kondisional. Kalau orangnya baik, dia tidak mengusir, tidak memerangi (tidak masalah jadi pemimpin). Bahkan (nonmuslim) diberikan wakaf atau zakat fitrah pun kan boleh,” katanya.
Karena itu, dia menambahkan, sebagian umat Islam pada Pilgub Jakarta 2017 lalu itu tetap memilih Ahok. Baginya itu tidak ada masalah. Hal itu juga menunjukkan bahwa kekalahan Ahok karena Anies memainkan politik identitas tidak terbukti.
“Tetapi hemat saya politik identitas yang diserukan kepada Anies lebih ke persoalan politik. Di dalam praktek, kan sebenarnya enggak ada sama sekali,” ucapnya.
Terlebih saat Anies menjadi gubernur, tuduhan akan berpihak kepada satu kelompok masyarakat saja, bahkan disebut Jakarta akan menjadi seperti Suriah, tidak terbukti. Karena Anies mengayomi seluruh warga tanpa membeda-bedakan latar belakang agama dan suku. Warga pun hidup rukun, tidak ada gejolak antarumat beragama.
“Bahkan di dalam buku yang saya tulis itu, masa Anies adalah masa keemasan bagi kaum Kristiani terutama yang Protestan,” ungkap penulis buku “Negara Kesejahteraan Ala Anies Baswedan” yang mengulas kinerja dan kebijakan Anies selama menjadi gubernur ini.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dalam wawancara di KompasTV Kamis malam lalu, 18 Juli 2024, Ahok menyebut akan menarik jika dirinya bisa melakukan rematch atau ‘pertandingan ulang’ dengan Anies Baswedan dalam Pilgub Jakarta 2024 ini.
Dalam dialog itu, Ahok menceritakan saat dirinya maju di Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 lalu, diwarnai sejumlah aksi unjuk rasa.
“Waktu 2017 kan ada koalisi partai kan, bahkan presiden sudah sampaikan ini bahaya kalau diteruskan, bisa ribut, demo nih, lebih baik mundur. Partai yang koalisi juga mau mundur nih,” kata Ahok, seperti dilansir kompas.tv.
“Tapi ibu (Megawati Soekarnoputri) mengatakan ‘enggak bisa, ini bagian dari mengedukasi’. Kita kalau mau menyelesaikan masalah bangsa ini, yang keberagaman ini bukan kabur gitu lho, kita mesti tes,” ucap Ahok.
Oleh sebab itu, baginya akan lebih menarik jika bisa melakukan rematch dengan Anies, untuk mengukur sampai sejauh mana bangsa ini mampu menerapkan bhineka Tunggal ika. “Menarik menurut saya, untuk mengukur kan. Apakah terjadi lagi demo yang besar, apakah terjadi lagi pasang tulisan di mana-mana,” katanya.
Editor: Fian
Source: kba