Kronologi, Gorontalo – DPRD Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) untuk mendalami persoalan jagung yang menjadi keluhan para petani dan pemasok jagung.
Dalam rapat tersebut DPRD mengundang dua perusahaan penampung jagung yang beroperasi di Kabupaten Gorut diantaranya PT. Santosa Utama Lestari (SUL) dan PT. Gorontalo Pangan Lestari (GPL), selain perusahaan OPD teknis juga turut dihadirkan.
Anggota Komisi 2, Lukum Diko, menyampaikan persoalan utama yang dibahas dalam rapat itu yakni tentang harga beli perusahaan ke petani yang dinilai rendah.
“Pihak perusahaan tadi sudah menyampaikan bahwa ini bukan persoalan permainan harga. Tetapi, ini persoalan harga jual perusahaan ke luar atau ekspor, memang sampai saat ini permintaan jagung dari luar daerah minim,” ujarnya usai rapat di gedung DPRD, pada Selasa (215/2024).
Hal itu kata Lukum berpengaruh pada harga jual, dan diiringi dengan hasil panen dari petani yang membludak. Dan saat itu disampaikan Lukum perusahaan stok jagung yang ditampung sudah melebihi kapasitas.
“Dan hari ini gudang mereka itu sudah full semua, sudah tidak bisa menampung. Bahkan, ada yang sudah di emperan ditutup dengan terpal. Sehingga mereka mencari solusi untuk titip di depo-depo yang ada di Pelabuhan Anggrek. Nah, ini pun sudah full,” kata dia.
Lukum menerangkan bahwa apa yang terjadi di lapangan bukan karena adanya harga jagung yang dipermainkan.
“Mereka (perusahaan) kasian kepada petani ketika mau tutup. Harga di sana masih pada kisaran Rp 4.100 sampai Rp 4.500. Kalau Rp 3.800 itu kadar air 15 persen tanpa potongan lagi,” jelasnya.
Oleh karena itu, kata Lukum pihaknya hanya meminta informasi yang jelas dari perusahaan untuk bisa sampai ke petani.
“Ketika memberikan informasi harga sekalian dengan kadar airnya, supaya tidak ada asumsi-asumsi liar di luar,” tuturnya.
Persoalan jagung ini, Lukum menerangkan bahwa Komisi II DPRD Kabupaten Gorontalo Utara berharap, pintu penjualan (ekspor) jagung dari perusahaan ke luar terbuka lebar (lancar). Agar petani dapat menikmati harga jagung yang bagus,
“Karena memang pada prinsipnya sebenarnya sekarang mereka sudah tidak bisa menampung lagi. Namun melihat petani yang sudah jauh-jauh membawa jagung, maka dengan terpaksa dibeli,” terang Lukum.
Padahal dikatakan Lukum, sebagaimana penyampaian kedua pihak perusahaan, aktivitas ekspor (penjualan) tetap masih ada, tapi permintaan sedikit.
“Bahkan, sekarang itu, kerugian mereka itu, seperti di PT GPL itu ratusan ton yang belum terkirim sudah mau jalan tiga bulan, karena permintaan yang sedikit. Sehingga hitung-hitungannya mereka sudah rugi, karena jagung itu kalau sudah di atas dua bulan, biasanya sudah berkutu. Sehingga mereka katakan mereka sudah jual rugi,” papar Lukum.
Namun demikian, kata Lukum, kedua pihak perusahaan menyatakan ketika semua sudah stabil, maka mereka akan memberikan harga yang maksimal sebagaimana mestinya.
“Pada dasarnya, baik perusahaan maupun petani saling membutuhkan. Tidak akan beraktivitas perusahaan kalau tidak ada petani yang menjual Jagung mereka. Begitu juga sebaliknya, kalau tidak ada perusahaan penampung, petani juga sulit memasarkan jagung mereka,” tandas Ketua Fraksi Partai Golkar itu.
Penulis: Dani Baderan