Kronologi, Pohuwato– Polemik terkait statement oknum Anggota Legislatif (Aleg) DPRD Pohuwato, Wawan Hatama, soal operasi katarak yang menyebabkan kebutaan dan kematian akhirnya terbantahkan lewat hasil investigasi lapangan yang dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Bumi Panua (RSBP).
Menurut Kabid Pelayanan RSBP Pohuwato, Maryam Samoe, bahwa berdasarkan data yang diperoleh dari oknum aleg tersebut pada saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) tanggal 18 Maret 2024, Suryani Rumampuk, Haira dan Ruslan Rumampuk, mengalami kebutaan usai melakukan post operasi katarak pada tahun 2023. Sedangkan satu orang yang tidak dijelaskan identitasnya oleh oknum aleg tersebut sambungnya, meninggal dunia.
“Berdasarkan data-data yang disodorkan itu, pihak RSUD Bumi Panua telah melakukan investigasi lapangan,” katanya. Jumat, (5/4/2024).
Dari hasil investigasi lapangan itu kata Maryam, ditemukan perbedaan nama pasien yang disodorkan dan fakta-fakta sebagai berikut:
Pertama, Suryati Rumampuk (62 tahun) asal Desa Babalonge, Kecamatan Lemito. Meski yang bersangkutan tidak ditemukan di Sistem Informasi Manajemen (SIM) RSBP kata Maryam, pihaknya telah menemui langsung yang bersangkutan ke rumahnya.
“Kami wawancarai pasien tersebut, ternyata operasi yang dilakukan oleh yang bersangkutan adalah di RS Manado pada tahun 2023, dan tidak pernah melakukan operasi katarak di RSUD Bumi Panua. Saat kami temui, pasien tidak dalam keadaan buta total,” ucapnya.
Kedua, Husin Haras (73 tahun) asal Desa Lomuli, Kecamatan Lemito. Data yang diinformasikan kata Maryam, yang bersangkutan melakukan operasi pada tahun 2023 di RSBP. Namun faktanya kata dia, berdasarkan data SIM RSBP, operasi tersebut dilakukan pada tanggal 7 Desember tahun 2021.
“Saat ini pasien bisa melihat atau tidak Buta total,” kata dia.
Ketiga, Ruslan Mantulangi (73 tahun) asal Desa Lomuli, Kecamatan Lemito. Berdasarkan informasi dari oknum aleg itu kata Maryam, yang bersangkutan melakukan operasi di RSBP pada tahun 2023. Faktanya kata Maryam, dari data SIM RSBP dan dari informasi yang bersangkutan bersama keluarganya bahwa operasi tersebut dilakukan pada tanggal 6 Desember tahun 2021.
“Kronologi yang disampaikan pasien dan keluarga pasien ke kami saat investigasi, operasi yang di lakukan yakni pada mata (bagian) kiri, dan tempat dilakukannya operasi di RSBP pada tahun 2021. Saat itu pasien mengatakan masih bisa melihat tapi tidak maksimal, namun selang hampir setahun kemudian mata kanannya seperti mulai tidak bisa melihat, dan pasien tersebut mengatakan (melakukan) konsultasi ke dokter mata,” bebernya.
Dokter mata lanjut Maryam, mengatakan kepada yang bersangkutan dan keluarganya bahwa hal itu disebabkan karena terganggunya saraf pada mata.
“Sehingga (yang bersangkutan) dirujuk ke Rumah Sakit Bunda yang ada di kota Gorontalo dan di lakukanlah operasi katarak matanya di Rumah Sakit Bunda. Beberapa saat kemudian sekembalinya yang bersangkutan dari RS Bunda, mata kanan dan mata kirinya sudah tidak bisa melihat alias Buta. Sampai saat ini pasien dalam keadaan tidak melihat atau buta,” ungkapnya.
Sementara itu, pihaknya juga kata Maryam, telah berupaya mencari data pasien yang dinyatakan meninggal usai post operasi mata katarak dari Puskesmas Lemito sampai Desa Kenari, Lomuli, dan Babalonge, namun tidak ditemukan ada warga yang meninggal sebagaimana penyampaian oknum aleg tersebut.
“Atas nama pihak RSUD Bumi Panua, kami merasa penting untuk menyampaikan hasil investigasi ini agar publik tidak bias dan mengetahui kondisi sebenarnya RSUD, agar masyarakat tak menjadi ragu dengan pelayanan RSUD Bumi Panua. Kasihan juga kalau karena isu ini lalu masyarakat tak lagi mau memanfaatkan pelayanan RSUD Bumi panua, yang rugi kan masyarakat juga, padahal fakta sesungguhnya tidak begitu,” pungkasnya.
Penulis: Hamdi