Kronologi, Pohuwato – Nasib malang menimpa seorang warga inisal M yang bekerja sebagai aparat desa di Desa Butungale, Kecamatan Popayato Barat. Ia menjadi korban pemecatan kepala desanya (Kades), Sam’un Yalang.
Korban diduga dipecat oleh Kadesnya hanya karena persoalan sepele.
Sebelumnya kata korban, kadesnya itu mengumpulkan para aparatnya untuk melakukan rapat rolling jabatan. Pada rapat itu sambungnya, para aparat desa mendapatkan amplop yang berisi jabatan baru. Dan yang tidak menerima amplop kata dia, maka secara langsung telah diberhentikan.
“Jadi saya tidak dapat amplop. Saya dianggap seolah telah banyak meresahkan dia (kades),” katanya lewat sambungan telepon. Senin (25/3/2024).
Pemecatan itu kata dia, diduga berawal dari persoalan dana puluhan juta yang ditransfer oleh kepala desa ke rekening pribadinya. Dana puluhan juta itu untuk anggaran tumpang sari.
Kemudian lanjutnya, kepala desa itu datang menemuinya dan ingin meminjam uang tersebut untuk membeli tanah milik pribadi kades itu sendiri tanpa adanya kuitansi.
“Saya memberitahukan dana tersebut kepada BPD, karena saya takut. Saya tidak pernah dapat surat peringatan satu hingga tiga, tapi tiba-tiba di kecamatan sudah ada surat peringatan itu,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Desa Butungale, Kecamatan Popayato Barat, Sam’un Yalang, mengatakan bahwa hingga saat ini ia masih menunggu rekomendasi dari pihak kecamatan terkait dengan pemecatan aparat desa tersebut.
“Sampai saat ini SK pemberhentian itu belum ada, kami masih menunggu proses di tingkat kecamatan untuk rekomendasinya,” kata dia lewat pesan WhatsApp. Selasa (26/3/2024).
Rekomendasi pemecatan terhadapnya aparatnya itu kata Sam’un, karena melanggar peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang larangan aparat desa. Namun, Sam’un tidak membeberkan pasti pelanggaran aparatnya itu.
“Itu ada poin-poin yang dilanggar, kemudian sudah dilakukan peneguran secara lisan. (Peneguran) tulisan sudah disampaikan, cuma teman-teman aparat beban perasaan untuk menyampaikan surat tersebut (kepada korban),” kata dia.
Kemudian lanjutnya, terkait dengan anggaran puluhan juta itu bukanlah untuk dipinjamkan, melainkan untuk pembelian lahan yang akan ditanami tumpang sari.
“Nomenklaturnya tanaman tumpang sari, kemudian kami pemerintah desa melakukan pembelian lahan untuk ditanami tumpang sari, itupun sudah dilapor ke Inspektorat. Sampai hari ini pun, sekdes sama bendahara itu diundang oleh pihak Inspektorat,” ucapnya.
Pihaknya juga kata Sam’un, tidak melarang korban tetap berkantor sejak bulan januari, namun hanya diminta untuk sadar diri bila sudah tidak mendapatkan SK pemanggilan kembali untuk bekerja.
“Dari situ yang bersangkutan tidak pernah masuk. Kemarin tanggal 25 (korban) masuk saya pertanyakan, ada urusan apa, kenapa nanti ini masuk. Kedua, gaji Januari-Februari itu masih kami transfer kepada yang bersangkutan,” ungkapnya.
Terakhir, Sam’un juga menegaskan bahwa sampai hari insyaallah pihaknya masih menunggu rekomendasi dari camat.
“Kalau camat menyetujui, berarti kami mengeluarkan SK pemberhentian. Kalau
pun camat menolak rekomendasi tersebut, persyaratan yang kami ajukan, maka yang bersangkutan tidak akan dikeluarkan. Kalau dia merasa SK pemberhentian belum ada, terserah dia mau masuk atau tidak, saya tidak pernah melarang,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Kronologi.id sudah berupaya menghubungi Camat Popayato Barat, namun belum terhubung.
Penulis: Hamdi