Kronologi, Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan gempa Bawean masih terus-menerus terjadi sejak Jumat (22/3/2024) hingga hari ini, Senin (25/3/2024).
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono menyampaikan, setidaknya telah terjadi sebanyak 267 gempa susulan hingga Senin (25/3/2024) pukul 12.00 WIB, siang.
Menurutnya, gempa-gempa Bawean itu memiliki besaran magnitudo yang bervariasi, paling besar M 6,5 dan terkecil M 2,6.
“(Perkiraan gempa akan berlangsung) sekitar 2-3 minggu,” ujar Daryono, seperti dikutip dari Kompas.com, Senin, (25/3/2024).
Diketahui, gempa pertama yang terjadi berkekuatan M 5,9 pada Jumat siang dan diikuti oleh gempa-gempa susulan bermagnitudo lebih rendah. Namun, terdapat satu kali gempa susulan pada Jumat sore yang bermagnitudo lebih besar daripada gempa pertama, yakni sebesar M 6,5.
Lantas, mengapa gempa Tuban, Bawean, dan sekitarnya ini terus-menerus terjadi?
Penyebab Gempa Bawean Masih Terus Terjadi
Daryono menjelaskan, gempa tersebut berkarakteristik gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) yang dipicu aktivitas sesar aktif dengan mekanisme geser atau mendatar (strike-slip) di Laut Jawa.
Menurutnya, alasan gempa Bawean ini masih terus terjadi adalah batuan kerak bumi yang rapuh.
“Karakteristik gempa kerak dangkal di Bawean terjadi pada batuan kerak bumi permukaan yang batuannya bersifat heterogen sehingga mudah rapuh dan patah,” kata Daryono.
Ia menjelaskan, gempa ini berbeda dengan gempa kerak samudera yang batuannya bersifat komogen dan elastik.
Untuk gempa kerak samudera, biasanya miskin gempa susulan. Bahkan, terkadang tidak diikuti gempa susulan, meski magnitudo gempa pertamanya cukup besar.
Diketahui, titik episentrum gempa Bawean ini terletak tepat di jalur sesar yang sudah terpetakan.
“Jika mencermati lokasi pusat gempa Bawean, tampak episentrumnya terletak tepat pada jalur Sesar Muria (laut), menurut paper yang dipublikasikan Peter Lunt (2019),” tutur Daryono.
“Jalur sesar ini berada di zona sesar tua pola Meratus. Salah satu jalur sesar di zona Pola Meratus ini diduga mengalami reaktivasi dan memicu gempa,” ungkapnya.
Adapun banyaknya gempa susualan, dia menyebutkan bahwa hal ini merupakan gambaran kondisi batuan di dalam tanah yang mudah deformasi atau mengalami perubahan struktur.
Gempa Susulan Bisa Lebih Besar dari Gempa Pertama
Diberitakan sebelumnya, terjadi gempa susulan yang lebih besar daripada gempa pertama di kasus gempa Bawean ini.
Menurutnya, ini disebabkan adanya asperity (bidang bakal geser di bidang sesar) yang ukurannya lebih besar, pecah belakangan.
Adanya asperity besar itu sendiri dipicu oleh tekanan dari gempa pertama dengan asperity yang ukurannya relatif lebih kecil.
“Bidang sesar yang pecah pertama kali (first rupture) adalah asperity pada struktur batuan yang lebih lemah,” ungkap Daryono.
“Sehingga mengalami pecah duluan sebagai gempa pembuka (foreshock),” imbuhnya.
Dampak guncangan gempa ini dirasakan hingga Banjarmasin, Banjarbaru, Sampit, Balikpapan, Semarang, Solo, Yogyakarta, Kebumen, Madiun, Sidoarjo, Surabaya, Yogyakarta hingga Ibu Kota Jakarta.
Editor: Alfian Risfil A