Kronologi, Sangihe – Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe, memberikan anggaran dalam APBD 2023 senilai Rp 200 juta, untuk merenovasi atap Rumah Zending Ernst Traugott Steller, yang telah menjadi saksi bisu perkembangan agama Kristen Protestan sejak 1857 di Kepulauan Sangihe.
Padahal, bangunan tua nan bersejarah yang terletak di Kampung Mala, Kecamatan Manganitu telah mengalami kerusakan di beberapa bagian termasuk seluruh atapnya yang sudah bocor hingga kondisinya yang sangat memprihatinkan. Namun pemerintah daerah dibawa kepemimpinan Pj Bupati Rinny Tamuntuan, telah respon dengan memberi anggaran senilai 200 juta untuk merenovasi atap bangunan yang telah berusia 466 tahun itu.
Sebagaimana dikemukakan Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sangihe, Karya Dharma Abast, kondisi rumah yang sangat bersejarah itu sudah sangat memprihatinkan, sehingga pemerintah daerah telah mengalokasikan anggaran senilai Rp 200 juta untuk merenovasi atapnya, mengingat Rumah Zending tersebut akan ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Abast mengatakan, Langkah penetapan ini tidak hanya bersifat simbolis, tetapi juga diiringi dengan rencana perbaikan infrastruktur dimana untuk pemenuhan penetapan cagar budaya itu, ada hal-hal yang harus diperbaiki. Walaupun fokus awalnya pada bagian atap, setelah penetapan, kedepannya, bagian utama bangunan itu juga akan diperbaiki.
Adanya alokasi dana sebesar 200 juta rupiah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2023 untuk perbaikan bagian atap bangunan tersebut menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga warisan sejarah ini. Pemerintah menargetkan pekerjaan perbaikan dapat diselesaikan pada akhir tahun ini.
“Kalau tidak ada halangan, kita akan mulai pekerjaan minggu depan, pekerjaannya pun tetap mempertahankan bentuk awalnya,” ujar Abast.
Rumah Zending di Manganitu sendiri tambah dia, memilik sejarah panjang, dibangun pada era Misionaris Tukang Ernst Traugott Steller yang menginjak kakinya di Pulau Sangihe, tepatnya di Manganitu pada tahun 1857, dimana bangunan tersebut menjadi satu-satunya bangunan peninggalan para zending yang masih utuh dari sekian banyak yang dibiarkan hancur, namun bersyukur pemerintah daerah saat ini telah memberi anggaran sebagai bentuk perhatian terhadap bangunan bersejarah tersebut.
Penulis: Ronal Katiandagho