Kronologi, Jakarta – Kemerosotan ekonomi selalu menimbulkan dampak buruk bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan. Tingkat pengangguran yang tinggi, upah yang stagnan, inflasi, dan ketidakstabilan keuangan dapat menimbulkan kesulitan yang signifikan bagi banyak orang.
Hal ini sering kali menyebabkan meningkatnya kecemasan, penurunan belanja konsumen, dan rasa tidak nyaman secara umum di masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang memprioritaskan isu-isu ekonomi dan mengembangkan strategi untuk mendorong pertumbuhan dan stabilitas, ekonomi baik lokal, nasional hingga tingkat global untuk mengatasi tantangan ekonomi ke depan.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta memprediksi secara global kondisi perekonomian akan melambat sekitar 2,8 persen pada akhir tahun 2023 ini.
Bahkan di tahun 2024 mendatang, perlambatan ekonomi global akan meningkat menjadi 2,9 persen.
Namun demikian, Kepala Kantor Perwakilan BI DKI Jakarta, Arlyana Abubakar memastikan di triwulan ke III, ekonomi Indonesia masih tetap tumbuh dengan baik sekira 4,94 persen.
“Walaupun memang triwulan ke tiga ini agak sedikit melambat, dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,17 persen,” kata Arlyana di acara bincang bareng media di Bandung, Jawa Barat, Selasa (14/11/2023) malam.
Arlayana melanjutkan, alasan ekonomi Indonesia masih tetap tumbuh karena permintaan domestik yang cukup tinggi.
Sehingga, ketika di beberapa negara terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi, hanya Indonesia yang bisa naik meski tidak signifikan.
“Untuk di Jakarta sendiri, kalau kita lihat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional akan tetap kuat,” ucap Arlyana.
Menurut Arlyana, dari data triwulan ke tiga ini, pertumbuhan ekonomi di Jakarta hampir sama dengan tingkat nasional yaitu diangka 4,93 persen.
Pertumbuhan itu bisa tetap kuat karena dibantu oleh beberapa faktor seperti konsumsi rumah tangga, mobilitas masyarakat, konser, hingga kegiatan olahraga.
Pembinaan Soft Skill Pelaku UMKM
Sementara itu, Kepala Tim Pengembangan UMKM dan Keuangan Inklusif Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta, Eko Hermonsyah mengaku, pihaknya fokus menggarap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta ekonomi dan keuangan syariah. Tujuannya, untuk menjaga inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah, meningkatkan ekspor, dan sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Hal ini dilakukan sejalan dengan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terhadap perekonomian Indonesia.
Merujuk data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2019, UMKM menyumbang 99 persen porsi lapangan kerja, menyerap 97 persen tenaga kerja, dan kontribusi sebesar 15,6 persen terhadap ekspor.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DKI Jakarta hingga kini membina 1.563 UMKM yang terbagi dalam kategori potensial, sukses, digital, dan potensi ekspor. Sebagian besar atau 61,74 persen merupakan kategori digital dan disusul 19,45 persen potensi ekspor.
Lebih rinci, terdapat UMKM artisanal atau artisan kuliner 34,68 persen, wastra 17,66 persen, kriya 12,35 persen, dan kopi 9,02 persen. Kemudian UMKM pangan 24,31 persen, UMKM pendukung manufaktur 2,37 persen, UMKM hijau 58,22 persen, UMKM korporatisasi 39,35 persen, UMKM yang sudah punya kelembagaan seperti CV, PT, dan koperasi 73,70 persen, UMKM syariah 55,53 persen dengan 708 unit usaha pondok pesantren di 437 pondok pesantren, UMKM ekspor 12,48 persen, dan UMKM pariwisata 25,08 persen.
Deretan stan perbankan syariah dalam kegiatan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2019 di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2019).
Lebih jauh, Eko Hermonsyah menjelaskan, bahwa peran UMKM sangat penting. Salah satunya membantu pemulihan ekonomi saat krisis moneter 1997/1998 dan 2008 karena bagian dari sektor riil dengan pergerakan yang lincah.
”UMKM merupakan mayoritas, tetapi stagnan, jarang naik kelas. Nah, kami bantu untuk penguatan usaha dan ekspansi bisnis. Ke sini (sekarang) tren sedang bagus karena banyak anak muda terjun ke UMKM,” ucap Eko.
Sejumlah kendala UMKM yang teridentifikasi ialah terbatasnya pemahaman target pasar, belum sesuainya tampilan jenama dengan konsumen pasar ekspor, kemampuan bahasa asing terbatas, begitu juga sumber daya manusianya.
Karena itu, BI DKI Jakarta melakukan sejumlah upaya atas situasi tersebut. Mulai dari pengembangan UMKM, korporatisasi berupa peningkatan produksi atau penambahan produk, sertifikasi, kerja sama dan lembaga penunjang bisnis, hingga perluasan pasar.
Upaya tersebut mewujud dalam pelatihan dan pendampingan, perluasan pasar ekspor, pemanfaatan teknologi digital, promosi perdagangan, dan pencatatan keuangan, serta pembiayaan lembaga keuangan, dan basis data potensi UMKM.
Eko lantas menekankan, terjadi perubahan pendekatan para pelKu UMKM dari 15 tahun lalu. Menurutnya, jika dulu pelatihan UMKM sifatnya lebih teknis, seperti menjahit dan membuat kue atau produksi, kini menyentuh aspek soft skill berupa motivasi, pola pikir, dan latihan bisnis model.
“Bisnis butuh modal, model, manajemen, dukungan berupa pendampingan atau pelatihan. Ketika mandiri, secara berkala dipantau,” terang Eko.
Terkait ekonomi dan keuangan syariah, ada program sertifikasi halal, Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren, kemandirian ekonomi pondok pesantren, industri kreatif syariah dan festival ekonomi syariah, serta halal center.
Eko menuturkan, ekonomi dan keuangan syariah adalah sumber pertumbuhan ekonomi baru. Potensinya besar dan banyak negara tengah menggarapnya.
”Kami petakan, ada riset, tantangan, dan butuh edukasi serta literasi. Dari tahun ke tahun sudah membaik pemahaman tentang ekonomi syariah,” tutur Eko.
Program sertifikasi produk halal, misalnya, sudah berlaku di Rumah Potong Hewan Unggas Rorotan, Jakarta Timur, dan Rumah Potong Hewan Unggas Lokbin Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta membantu sertifikasi dua rumah potong hewan itu untuk memudahkan UMKM mendapatkan produk halal langsung dari tangan pertama.
Kemudian pengembangan Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren. Sejauh ini sudah ada sembilan pondok pesantren binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta. Tujuannya, antara lain, kerja sama jual beli secara langsung antara pondok pesantren dengan produsen sekaligus pengembangan produk kreatif syariah.
”Halal center kami adakan program sertifikasi penyelia halal supaya memudahkan atau menambah tenaga ahli tersertifikasi,” ujar Eko.
DPRD DKI: Hanya 5% UMKM Kantongi Sertifikat Halal
Upaya Bank DKI ini sejalan dengan masih sedikitnya UMKM kuliner binaan Pemprov DKI Jakarta yang mengantongi sertifikat halal. Jumlahnya baru mencapai 5 persen.
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah mencatat, pelaku usaha peserta JakPreneur sudah mencapai 370.000 orang dengan 220.000 di antaranya pelaku usaha di bidang kuliner.
”Dari data itu ternyata hanya 5 persen yang mengantongi sertifikat halal,” ujar Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail, Senin (13/11/2023).
“Kita perlu bantu UMKM memenuhi ketentuan dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) agar produk yang beredar disertifikasi,” sambungnya.
Pemprov DKI sebelumnya pernah menganggarkan 5.000 pelaku usaha agar mendapatkan sertifikat halal pada tahun 2022. Ismail pun mendesak untuk memfasilitasi para pelaku usaha bidang kuliner binaan JakPreneur mendapatkan sertifikat halal minimal satu tahun ke depan.
”Kita perlu bantu UMKM memenuhi ketentuan dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) agar produk yang beredar disertifikasi,” kata Ismail.
Ismail menambahkan, program itu harus menjadi prioritas tahun 2024. Sebab, sebagian besar konsumen lebih memilih produk yang ada jaminan halal. Adapun pemberian sertifikasi halal merupakan hasil kerja sama dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
Berdasarkan data Dinas PPKUKM DKI Jakarta, terdapat 7.512 pelaku usaha telah menerima sertifikat halal untuk periode 2015 hingga 2022. Sementara pada tahun 2023, Pemprov DKI telah melakukan pendampingan kepada 3.075 pelaku usaha sebagai upaya memenuhi persyaratan sertifikasi halal.
Editor: Alfian Risfil A