Headline
Pengamat Sebut KIB Kumpulan Parpol Penurut Tanpa Tokoh Kuat

Kronologi, Jakarta – Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio menyebut KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) sebagai kumpulan parpol penurut tanpa tokoh kuat.
Keberadaan KIB dinilai banyak kalangan untuk Koalisi Penyelamat Ganjar (KPG) atas arahan Istana.
Hendri menyebut, beberapa alasan menunjukkan indikasi tersebut. Pertama, Presiden Jokowi dicitrakan mendukung Ganjar Pranowo sebagai penerusnya. Padahal, struktur PDI Perjuangan lebih solid mendukung Puan Maharani, anak ideologis partai yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri.
“Maka untuk memuluskan rencana KPG, pembentukan sebuah koalisi yang isinya partai politik penurut tanpa tokoh sentral kuat menjadi penting. KPG tampak cocok untuk Golkar, PPP, dan PAN,” kata Hendri, Jakarta, Rabu (20/10/2022).
Alasan berikutnya, kata dia, adalah citra, konstituen, dan sejarah ketiga partai tersebut yang sulit untuk bersanding.
“PPP ‘bertempur’ puluhan tahun melawan Golkar, sementara PAN lahir dalam semangat Reformasi yang ingin membubarkan Golkar. Apakah ada arahan pembentukan?,” bebernya.
Ketiga, adanya koalisi dalam koalisi pemerintahan tidak mengganggu Presiden Jokowi.
“Semua ketum parpol dalam KIB yang merupakan menteri Pak Jokowi tampak bangga dengan terbentuknya koalisi ini, seperti ingin laporan ke atasan mereka, ‘Bos, koalisi sudah terbentuk sesuai arahan’.”
Namun, Hendri memaparkan, hasil jajak pendapat yang dirilis oleh Litbang Kompas beberapa waktu lalu, memperlihatkan KIB menjadi koalisi yang paling tidak dipercaya publik akan lanjut hingga pendaftaran calon presiden di KPU.
“Hasil jejak pendapat tersebut seirama dengan hasil focus group discussion yang diselenggarakan lembaga survei KedaiKOPI pada September lalu,” ungkapnya.
“Memang koalisi ini merupakan yang pertama mendeklarasikan kebersamaan. Namun sampai hari ini, mereka belum memiliki tokoh yang kuat sebagai bakal calon presiden,” sambungnya.
Lebih jauh, dia menilai KIB yang sudah berhasil membuat kesepahaman di level pimpinan tidak mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap inovasi politik tersebut. Koalisi tanpa mencalonkan seorang tokoh yang didukung oleh publik tidak dipercaya akan berlanjut.
Selain itu, narasi penyatuan program dan pencarian calon pemimpin terbaik kemungkinan besar juga tidak diyakini oleh publik. Benefit membuat koalisi tanpa mengusung nama tokoh yang meyakinkan bagi partai politik juga dipertanyakan.
“Di saat seorang kader sudah menjual seorang tokoh yang identik dengan partainya, anggota KIB masih belum memiliki jualan sosok yang jelas. Oleh karena itu, kepercayaan publik terhadap keberlangsungan koalisi ini sangat kecil,” katanya.
Apalagi, lanjut dia, PPP dan PAN merupakan partai menengah yang membutuhkan dukungan dari tokoh-tokoh yang menjadi kandidat legislatifnya.
“Para loyalis calon presiden tentu merupakan caleg-caleg potensial yang bisa digandeng untuk maju di pemilu legislatif,” jelas Hendri.
“Jika kedua partai tersebut salah memilih calon presiden, caleg-caleg mereka di tingkat lokal juga dapat berpindah ke partai yang mendukung capres sesuai dengan preferensi pemilih di suatu wilayah,” katanya.
Para loyalis calon presiden tentu merupakan caleg-caleg potensial yang bisa digandeng untuk maju di pemilu legislatif. Jika kedua partai tersebut salah memilih calon presiden, caleg-caleg mereka di tingkat lokal juga dapat berpindah ke partai yang mendukung capres sesuai dengan preferensi pemilih di suatu wilayah.
KIB tidak hanya masih dilematik dalam pencalonan presiden, tetapi juga dalam proses pencalonan anggota legislatif. Efeknya, pengurus wilayah PPP dan PAN seakan berlomba mendeklarasikan dukungan calon presiden berbeda dengan yang diinginkan pengurus pusat.
“Memang ada nama Ganjar Pranowo yang dideklarasikan, tetapi juga ada nama Anies Baswedan. Sementara, pengurus wilayah Golkar mencoba mengambil hati partai lainnya untuk mendeklarasikan ketua umumnya, Airlangga Hartarto,” ujar dia.
Menurut Hendri, nasib menyedihkan paling mungkin dialami oleh PPP. Partai dengan lambang Kabah ini terancam menjadi partai alumni Orde Baru pertama yang tidak lolos ke Senayan. Selama nempel dengan penguasa, elektabilitas partai ini konsisten turun, hingga ke titik sehelai rambut di atas ambang batas lolos ke Senayan.
“Pilihan capres yang tepat sangat menentukan jarak partai ini dengan konstituen tradisionalnya,” terangnya.
“Hasil polling tersebut merupakan sebuah alarm bagi anggota KIB untuk kembali mempertimbangkan keinginan konstituen. Keputusan partai politik pada dasarnya memang sebuah konsensus elite, namun maunya konstituen merupakan aspirasi yang harus ditangkap,” ungkap Hendri.
Dia mengakatan, banyak partai yang hilang atau perolehan suaranya turun setelah berseberangan dengan keinginan mayoritas konstituen.
“Keinginan elite bukan cerminan keinginan akar rumput, melainkan keputusan elite seharusnya mempertimbangkan aspirasi akar rumput. Masih ada waktu bagi anggota KIB untuk kembali meninjau keputusannya. Sebab, aspirasi konstituen dapat menentukan pemilih di akar rumput apakah akan bertahan atau berpindah,” Hendri mengingatkan.
Editor: Alfian Risfil A
-
Regional6 hari ago
Diduga Salah Tetapkan Tersangka, Oknum Penyidik Polresta Manado Dilaporkan ke Kapolda Sulut
-
Megapolitan6 hari ago
Anak Haji Lulung & 5 DPC PPP DKI Mundur Gegara Ulama-Habaib Dipecat dari Majelis Syariah DPW
-
Regional4 hari ago
Pemda Gorontalo Klaim Jaminan Pelaksanaan Proyek: 8 Perusahaan Tembus Rp3 Miliar
-
Nasional2 hari ago
PBNU Bela Baliho Erick Tohir: Yang Harus Dikecam Itu yang Jualan NU tapi Suul Adab
-
Regional2 hari ago
Polres Pohuwato Tangkap Warga Pemilik Puluhan Ribu Obat Ifarsyl
-
Regional6 hari ago
Mayat Gadis Tergeletak di Areal Puncak Gunung Lawu, Cuaca Ekstrem Gagalkan Evakuasi
-
Headline2 hari ago
Survei SMRC: Anies Terus Menguat
-
Megapolitan4 hari ago
PT JakPro: Anggaran Formula E 2022 Selesai Diaudit, Hasilnya Wajar