Headline
Perkara Bansos Bonebol Belum Dilimpahkan ke Pengadilan, MAKI: Kejati Gorontalo Kenapa Nggak Patuh Hukum?

Kronologi, Jakarta – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo segera melimpahkan ke pengadilan perkara dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) 2011-2012 di Kabupaten Bone Bolango yang menyeret nama bupati Hamim Pou sebagai tersangka. Karena, itu merupakan perintah peradilan.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman, mengingatkan Kejati Gorontalo jangan menjadi contoh yang buruk dalam hal penegakan hukum, dengan tidak patuh pada putusan praperadilan.
“Sebagai penegak hukum, Kejaksaan Tinggi Gorontalo nampak belum menjadi contoh baik dari proses patuh hukum. Dalam hal ini tidak mematuhi putusan praperadilan yang menyatakan SP3 dari kasus di Bone Bolango itu tidak sah,” kata Boyamin saat dihubungi Kronologi.id, Kamis (30/6/2022).
Baca juga: Tak Kunjung Tuntas, LSM Jamper Pertanyakan Lagi Perkara Korupsi Bansos Bone Bolango
Boyamin menegaskan, yang menyampaikan bahwa pembatalan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial APBD Kabupaten Bone Bolango, tidak sah dan batal demi hukum, ialah putusan praperadilan tanggal 4 Juni 2018.
“Jadi, hakim yang ngomong bahwa penghentian penyidikan itu tidak sah, dan memerintahkan untuk menindaklanjuti perkara tersebut, untuk selanjutnya dibawa ke pengadilan sebagai mana terdakwa-terdakwa lainnya yaitu 2 orang yang sudah di vonis,” kata Boyamin. “Saya sangat menyayangkan sikap dari Kejati Gorontalo ini yang tidak patuh hukum.”
Boyamin menyindir penegak hukum yang kerap meminta masyarakat untuk patuh, tidak menghalang-halangi proses penegakan hukum. Sementara, penegak hukum sendiri tidak patuh, seperti halnya Kejati Gorontalo ini.
Dia mengingatkan Kejati Gorontalo akan ancaman pihak yang menghalang-halangi penyidikan yaitu Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Pasal 212 KUHP.
Baca juga: Pilkada Sudah Selesai, Kok Kejati Gorontalo Belum Periksa Bupati Hamim Pou?
Adapun bunyi Pasal 21 UU Tidak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagai berikut: Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Sedangkan bunyi Pasal 212 KUHP ialah: Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan kepada seseorang pegawai negeri yang melakukan pekerjaannya yang sah, atau melawan kepada orang yang waktu membantu pegawai negeri itu karena kewajibannya menurut undang-undang atau karena permintaan pegawai negeri itu, dihukum karena perlawanan, dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,00.
“(Isi pasal itu) Kita harus patuh hukum dan membantu proses hukum termasuk datang sebagai saksi. Bahkan kalau saksi dipanggil dua kali dalam kasus penyidikan bisa di lakukan upaya paksa. Ini gantian ketika yang tanda kutip diminta patuh hukum yaitu Kejaksaan Tinggi Gorontalo malah tidak patuh. ini sangat disayangkan,” tukas Boyamin.
Penulis: Tio
-
Regional6 hari ago
Diduga Salah Tetapkan Tersangka, Oknum Penyidik Polresta Manado Dilaporkan ke Kapolda Sulut
-
Megapolitan6 hari ago
Anak Haji Lulung & 5 DPC PPP DKI Mundur Gegara Ulama-Habaib Dipecat dari Majelis Syariah DPW
-
Regional4 hari ago
Pemda Gorontalo Klaim Jaminan Pelaksanaan Proyek: 8 Perusahaan Tembus Rp3 Miliar
-
Nasional2 hari ago
PBNU Bela Baliho Erick Tohir: Yang Harus Dikecam Itu yang Jualan NU tapi Suul Adab
-
Regional2 hari ago
Polres Pohuwato Tangkap Warga Pemilik Puluhan Ribu Obat Ifarsyl
-
Regional6 hari ago
Mayat Gadis Tergeletak di Areal Puncak Gunung Lawu, Cuaca Ekstrem Gagalkan Evakuasi
-
Headline2 hari ago
Survei SMRC: Anies Terus Menguat
-
Megapolitan4 hari ago
PT JakPro: Anggaran Formula E 2022 Selesai Diaudit, Hasilnya Wajar