Kronologi, Jakarta – Kajian lembaga Urgewald dan Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), yang menyatakan bahwa PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI masih memberi pinjaman ke perusahaan batu bara yang terdaftar pada Global Coal Exit List (GCEL) 2020, banyak dikaitkan dengan persoalan dampak lingkungan. Terlebih, BNI diduga mendanai proyek tidak ramah lingkungan hingga US$1,83 miliar, setara Rp27 triliun selama periode Oktober 2018 hingga Oktober 2020
Terakit itu, anggota Komisi IX DPR DPR RI dari Fraksi PKS, Anis Byarawati, mendorong agar bank-bank BUMN di tanah air turut mendukung energi baru terbarukan.
“Terkait semangat energi baru terbarukan, saya sendiri termasuk yang mendukung semangat penggunaan sumber daya terbarukan karena seharusnya potensi ini bisa dimanfaatkan sepanjang masa melihat jumlahnya yang melimpah,” ujar Anis, dalam keterangannya, Sabtu (28/5/2022).
Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini menegaskan, semestinya persoalan lingkungan dengan mendukung energi baru terbarukan, mendapat perhatian serius, termasuk oleh bank-bank BUMN.
Sebab, ini ada kaitan dengan masalah lingkungan. Sehingga semangat energi baru terbarukan juga harus melihat dampak jangka panjangnya.
“Untuk itu, harus tetap selektif supaya tidak bertabrakan dengan kebijakan pemerintah terkait lingkungan hidup dan hal lainnya,” pungkas Anis.
Diketahui, Corporate Secretary BNI, Mucharom, tidak bisa menjawab soal pendanaan terhadap grup perusahaan BG di Sumatera Selatan.
Namun, pihaknya mengakui bahwa proses pemberian dana telah melalui serangkaian proses yang mengedepankan prinsip good corporate governance dan compliance terhadap ketentuan regulator demi memberikan kenyamanan dan keamanan kepada para nasabah maupun debitur.
Sehingga seluruh aturan baik internal maupun eksternal terpenuhi. “Bagaimanapun kita harus realistis, energi fosil masih dibutuhkan masyarakat Indonesia. Adapun, penyaluran kredit kepada sektor batu bara hanya 2 persen terhadap total kredit BNI. Secara umum kredit kepada sektor batubara sampai dengan ini dalam posisi lancar,” kata Mucharom, dikutip dari voi.id, Selasa (24/5/2022).
Dia pun membeberkan jika sejak Januari hingga Maret 2022, BNI cukup agresif mengucurkan pembiayaan ke sektor energi baru terbarukan (EBT) senilai Rp10,3 triliun, berikutnya, pembiayaan untuk pencegahan polusi senilai Rp6,8 triliun, dan pembiayaan hijau lainnya Rp23,3 triliun.
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, jika pinjaman tanpa agunan dan akan berpotensi menjadi kredit macet tersebut bisa dikategorikan tindak pidana korupsi jika memenuhi dua syarat.
“Pertama, pinjaman macet dan kemudian pengusahanya tidak berupaya melunasi utangnya. Kedua, banknya harus Bank BUMN, jika bank swasta maka bukan korupsi,” kata Boyamin di Jakarta, Selasa (24/5/2022).
Terkait isu uang pinjaman bank tersebut tidak digunakan seluruhnya untuk operasional produksi batu bara, Boyamin mengatakan bahwa hal tersebut jelas dilarang untuk dipakai hal lain.
“Gak boleh. Tapi kuncinya bisa diproses korupsi jika utang macet,” ucapnya.
Penulis: Tio
Discussion about this post