Kronologi, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Andre Rosiade, menyambut baik langkah Kejaksaan Agung yanh menetapkan Lin Che Wei sebagai tersangka baru kasus ekspor crude palm oil (CPO). Ia meminta Kejagung terus menelusuri kasus tersebut.
“Kan tidak mungkin manajernya ngambil keputusan, harusnya harapan kita, dengan penangkapan LCW (Lin Che Wei ) ini menjadi pintu masuk, karena kita tahu yang bersangkutan adalah konsultan,” ujar Andre saat Dialektika Demokrasi dengan tema “Bagaimana Sikap DPR Menghadapi Mafia Migor” di Media Centre DPR RI, Senayan, Jumat (20/5)
Andre pun mempertanyakan sosok intelektual yang mengutus LCW menjadi konsultan di Kementerian Perdagangan. “Siapa yang memodali dia, ini harus ditelusuri dan harapan kita bukan hanya manager, senior manager, tetapi kalau memang ada bukti tidak ada salahnya dan saya rasa seluruh rakyat Indonesia mendukung Jaksa Agung untuk dugaan tersangka terhadap korporasi terhadap oligarki dan bukan hanya korporasinya saja,” tambahnya.
Andre mengatakan, kalau perlu top manager-nya bahkan pemiliknya yang mungkin ada di luar negeri bisa ditelusuri. Sebab, hal itu untuk kepentingan rakyat.
“Karena ini demi kepentingan rakyat bukan hanya ekonomi Indonesia yang terpukul, bukan hanya ekonomi Indonesia yang dirugikan tetapi seluruh rakyat Indonesia yang dirugikan, itu harapan kita di DPR terhadap langkah Bapak Jaksa Agung,” tutur Andre.
Andre mengakui persoalan melonjaknya harga minyak goreng belum bisa diselesaikan secara tuntas. Padahal, pemerintah sudah membuat berbagai kebijakan mulai dari penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET), mekanisme pasar, hingga larangan ekspor minyak goreng.
Andre menganggap kebijakan larangan ekspor menunjukkan Presiden Jokowi sudah gerah dengan upaya yang sudah dilakukan. Menurutnya, ada oknum yang sengaja melawan kebijakan pemerintah terkait melonjaknya harga minyak goreng.
Andre mencontohkan saat Jokowi mengumumkan larangan ekspor langsung membuat harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit anjlok. Padahal, ekspor CPO masih sempat berjalan.
“Bahwa sudah terjadi perlawanan terhadap keputusan pemerintah, itu baru rencana (larangan ekspor) perlawanan sudah dimulai, gendang perang sudah dimulai saat ekspor masih berjalan secara normal,” kata Andre.
Andre mengingat lagi saat ada kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) pada 1 Februari 2022 langsung membuat minyak goreng saat itu langka.
Namun, saat Menteri Perdagangan lakukan inspeksi mendadak (sidak) tiba-tiba minyak goreng melimpah. Ketika Menteri Perdagangan selesai sidak, tiba-tiba minyak goreng langka lagi. Artinya, ada oknum yang sengaja melawan pemerintah.
“Jadi apa intinya, yang ingin saya gambarkan bahwa dugaan perlawanan oligarki pemerintah itu terlihat jelas, oligarki-oligarki itu melakukan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah itu jelas,” ujar Andre.
Andre pun menegaskan pemerintah masih gagal dalam memenuhi harapan rakyat terkait persoalan minyak goreng.
Discussion about this post