Nasional
Pakar Minta Perbankan Tak Sembarangan Danai Perusahaan Batubara

Kronologi, Jakarta – Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa menanggapi adanya bank plat merah yang mendanai tambang batubara.
Menurut dia, perbankan seharusnya mengedepankan asas prudencial banking atau kehati-hatian, karena yang dikelola adalah dana masyarakat.
Hal ini agar tidak terjadi perbuatan melawan hukum di internal corporatenya.
“Pada dasarnya di dalam lembaga perbankan dikenal adanya asas prudencial banking dalam mengelola keuangan serta pembiayaan yang melibatkan bank. Jadi, sikap bank harus sangat berhati-hati karena menyangkut dana nasabah,” ujar Eva kepada wartawan, dikutip Rabu (11/5/2022).
Dia pun menegaskan, jika ditemukan indikasi pelanggaran hukum, maka penegak hukum seperti KPK maupun Kejaksaan harus turun tangan.
“Bila hal ini dilanggar ketentuan dalam UU Perbankan mengenai prudencial banking ini ada dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b, di mana ancaman pidananya minimal 3 tahun dan maksimal 8 tahun (penjara) dan denda maksimum 100 Milyar,” ujar Eva.
Untuk diketahui, pada Selasa, 15 Maret 2022, sejumlah massa melakukan aksi menuntut salah satu bank agar berhenti mendanai energi kotor industri batu bara dalam mencegah krisis iklim yang bertambah parah.
Dalam sebuah laporan dari lembaga urgewald yang berbasis di Jerman, salah satu bank pelat merah tercatat saat ini masih memberi pinjaman ke perusahaan batu bara yang terdaftar pada Global Coal Exit List (GCEL) 2020. Bank diduga mendanai proyek tidak ramah lingkungan hingga USD 2000 juta selama periode Oktober 2018 hingga Oktober 2020.
Sementara Pengamat Perbankan, Deni Daruri, mengatakan bahwa adanya petisi tersebut agar bank menyusun strategi pembiayaan dari black ke green.
“Petisi tersebut bertujuan baik. Bank pun seharusnya menyusun roadmap dan strategi peralihan pembiayaan dari black ke green, untuk memudahkan dan memitigasi berbagai resiko kedepan,” kata Deni kepada wartawan.
Kemudian terkait dengan muculnya dugaan adanya pendanaan perusahaan batubara tanpa agunan, Deni mengatakan bahwa perlu adanya transparansi ke publik, sehingga tidak menimbulkan asumsi.
“Jika publik tahu belakangan akan berpengaruh terhadap citra perusahaan, kinerja ESG perusahaan juga akan menurun dan dampaknya pasti merugikan perusahaan sendiri,” pungkasnya.
Editor: Alfian Risfil A
-
Regional1 hari ago
Nelson: Jika Keputusan DPP Tidak Sesuai, Saya Keluar dari PPP!
-
Regional4 hari ago
Jawaban Orang Tua Viecri soal Laporan Polisi Sopir Truk
-
Regional3 hari ago
Proyek Jalan GORR Pakai Material Timbunan Ilegal? Pengawas: Tanya Bos!
-
Nasional1 hari ago
Jokowi Dianggap Aneh Tak Tegur KSP Moeldoko yang Gugat SK Menkumham
-
Regional4 hari ago
Sopir Truk di Gorontalo Lapor Polisi Usai Dianiaya 2 Pejabat
-
Nasional4 hari ago
MK Alami Degradasi Moral Sejak Anwar Usman Jadi Adik Ipar Jokowi
-
Regional1 hari ago
Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Irwan: Sampah Ancaman bagi Manusia
-
Megapolitan4 hari ago
Kongres MAPKB Diharapkan Jadi Momentum untuk ‘Merefresh Ulang’ Keluarga Besar Betawi