Kronologi, Jakarta – Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) meminta Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengevaluasi Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran.
Hal ini buntut tindakan anggota kepolisian Polda Metro yang dinilai represif hingga melakukan kekerasan saat menangani unjuk rasa kader HMI se-Jabodetabek di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (22/4/2022). Puluhan aktivis HMI disebut luka-luka usai bentrok dengan aparat kepolisian di depan Istana Negara sore tadi.
“Kita meminta Kapolri untuk mengevaluasi kinerja Kapolda Metro Jaya Fadil Imran,” kata Ketua Bidang Pertahanan dan Keamanan PB HMI, Arven Marta kepada pers, Jumat (22/4/2022) malam.
Arven menilai, Fadil telah gagal dalam mewujudkan tag line Polri Presisi dan tidak humanis saat menghadapi unjuk rasa aktivis dan mahasiswa.
Arven mengaku kecewa jajaran kepolisian di bawah naungan Polda Metro Jaya yang membubarkan paksa dan diduga melakukan pemukulan terhadap sejumlah aktivis HMI.
“Terkait penanganan demo sore ini, jadi kan anak buahnya (Fadil) semua yang turun ini,” ujar Arven.
Sebagai informasi, kader HMI se-Jabodetabek menggelar unjuk rasa di depan Istana Merdeka guna mendesak agar kader HMI Bekasi sekaligus guru ngaji yang dituduh melakukan begal, Muhammad Fikry, dibebaskan.
Demo sempat diwarnai cekcok hingga bentrok antara mahasiswa dengan polisi. Tak hanya luka-luka, sejumlah kader HMI juga ditangkap dalam demo tersebut.
PB HMI meyakini Fikry menjadi korban salah tangkap dan kriminalisasi oknum Polsek Tambelang dan Polres Metro Bekasi.
Namun, aksi tersebut diwarnai cekcok, saling dorong, dan pemukulan saat massa hendak bergeser ke Patung Kuda Arjuna. Sebanyak tiga kader HMI ditangkap dan ditahan di Polres Metro Jakarta Pusat. Sementara kader HMI lainnya luka.
Fikry ditangkap anggota Polsek Tambelang dan Polres Metro Bekasi bersama delapan orang lainnya pada 28 Juli 2021.
Sebanyak empat di antaranya kemudian ditetapkan sebagai pelaku pembegalan di Jalan Raya Sukaraja pada dini hari 24 Juli 2021. Mereka adalah Fikry, Muhammad Rizky, Abdul Rohman, dan Randi Aprianto.
Keluarga dan kuasa hukum para terdakwa membantah keempat remaja itu melakukan pembegalan. Sebab, saat waktu kejadian Fikry sedang tidur di musala di samping rumah. Hal ini terekam CCTV dan beberapa saksi.
Ahli teknologi digital yang dihadirkan di sidang, Roy Suryo menyatakan CCTV tersebut asli dan akurat. Ia juga menyatakan Fikry dan motornya yang menjadi barang bukti tidak di lokasi begal.
Sementara, Rizky sedang bekerja di kandang ayam, Abdul sedang mengantar ayam dan macet di kawasan Kalimalang, dan Randi menginap di rumah temannya. Keberadaan mereka tidak di lokasi begal juga diperkuat sejumlah saksi.
Anggota Polsek Tambelang diduga melakukan tindak kekerasan terhadap Fikry dan tiga rekannya di Gedung Cabang Telkom Tambelang. Lokasinya di seberang Polsek.
Mereka diduga dianiaya dan dipaksa mengakui melakukan begal tersebut.
Polsek Tambelang dan Polda Metro Jaya membantah dugaan kekerasan tersebut dan kasus terus bergulir di persidangan.
Jaksa kemudian menuntut Muhammad Fikry, Muhammad Rizky, dan Randy Apriyanto dihukum 2 tahun penjara pada sidang 24 Maret lalu. Sedangkan Abdul Rohman dituntut 2,5 tahun penjara.
Kasatreskrim Polsek Tambelang, Haryono juga enggan bicara banyak. Dia membantah ada kecacatan prosedur dan kekerasan terhadap Fikry saat menangani kasus begal.
Editor: Alfian Risfil A
Discussion about this post