Nasional
Sebelum Revisi UU Sisdiknas, DPR Minta Pemerintah Bikin Peta Jalan Pendidikan

Kronologi, Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menilai banyak yang perlu dipersiapkan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang menjadi pengganti atas UU Nomor 20 Tahun 2003. Menurutnya, proses dan dasar penyusunan RUU Sisdiknas ini masih perlu diperjelas.
“RUU Sisdiknas itu kan ingin mengadopsi undang-undang guru, dosen, dan sebagainya dimasukkan jadi satu. Sebaiknya jangan dulu, jadi based-nya apa? Dasarnya apa? Beda negara kepulauan dengan negara kontinental, kita negara kepulauan infrastruktur susah, teknik apa yang kita lakukan?” ujar Dede usai menjadi narasumber dalam diskusi Forum Legislasi di Gedung DPR RI, Senayan, Selasa (29/3).
Hadir narasumber lainnya Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai kebangkitan Bangsa (FPKB) Muhammad Kadafi, dan Pengamat Pendidikan, Indra Charismiadji.
Dalam diskusi bertemakan “RUU Sisdiknas dan Masa Depan Pendidikan Indonesia” itu, politisi Partai Demokrat tersebut menegaskan perlu adanya penyusunan roadmap atau peta jalan pendidikan sebelum pengesahan RUU Sisdiknas. Peta jalan tersebut digunakan sebagai pondasi di mana pendidikan berpijak.
“Negara kita akan menguatkan (pendidikan) dari sisi apa? Karena ini menyangkut kemampuan siswa kita, mau vokasi atau mau pendidikan umum? Apakah target kita ingin disebut sebagai high learning? Akademik atau semuanya siap untuk masuk bursa kerja? Ini harus kita pikirkan. Itu namanya peta jalan,” jelas Dede.
Selain pendidikan yang akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, Dede menilai jika ingin merubah konsep sesuai perkembangan zaman, maka RUU Sisdiknas ini perlu dicanangkan. Sebab, dalam beberapa tahun mendatang pasar bebas akan semakin bersaing khususnya di lingkup Asean.
“Dengan adanya pasar bebas kalau kita tidak menguasai sektor riil, industri, dan sektor perkembangan teknologi, mungkin nanti pekerjaan penting diisi orang asing. Bukan dengan siswa-siswa kita. Ini harus dipikirkan, makanya tadi peta jalan pendidikan menjadi urgensi saat ini,” kata Dede.
Terkait dengan draf RUU Sisdiknas yang beredar dan menjadi kontroversi, Dede menegaskan, Komisi X belum menerima draf RUU Sisdiknas dari Kemendikbudristek. Karena itu, Dede pun meminta Pemerintah memperbaiki komunikasi publik terkait polemik isi materi draf RUU Sisdiknas.
“Kami minta dari Kemendikbud, karena ini usulan pemerintah harus segera melakukan komunikasi publik dengan stakeholder pendidikan. Dan stakeholder pendidikan bukan hanya Komisi X tetapi adalah dunia pendidikan,” ucap Dede.
Dede mengungkapkan, hingga saat ini Komisi X DPR RI belum pernah membicarakan secara spesifik, apalagi membahas draf RUU Sisdiknas yang akan merevisi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hingga saat ini menurut politisi Partai Demokrat ini, Pemerintah belum mengajukan RUU Sisdiknas sebagai RUU inisiatif pemerintah.
Senada, Anggota Komisi X DPR RI dari FPKB, Muhammad Kadafi mengungkapkan draf RUU Sisdiknas yang masih digodok pemerintah itu mendapat banyak sorotan.
Salah satu yang mendapat sorotan luas adalah draft tersebut tidak menyebut soal frase ‘madrasah’ dalam materi RUU. Padahal, dalam UU lama, keberadaan Madrasah ini ikut diatur sebagai salah satu bentuk pendidikan dasar.
Ketiadaan frasa ‘madrasah’ dalam draf RUU Sisdiknas, kemudian mendapat kritik dari berbagai kalangan terutama tokoh ormas keagamaan. Dalam draf RUU Sisdiknas ini hanya diatur tentang pendidikan keagamaan.
“Yang ada hanya isu kalimat madrasah hilang dari RUU Sisdiknas. Idealnya RUU itu visioner, sejalan dengan tujuan berdirinya negara ini, agar bisa memanfaatkan bonus demografi di 2045,” tambahnya.
Ia berharap, semangat yang dibangun dalam draf revisi RUU Sisdiknas dapat mengakomodir sejumlah UU terkait yang telah lahir sebelumnya.
“Apalagi semangat dari UU Sisdiknas ini adalah Omnibus Law, mengakomodir beberapa UU yang telah dilahirkan sebelumnya,” kata Kadafi.
Sementara itu, Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji mengungkapkan munculnya merevisi UU Sisdiknas berawal dari kajian-kajian yang menunjukkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia bukan membuat siswa siswi tambah pintar tetapi malah menambah bodoh.
Hal itu tentu bertentangan dengan semangat pembukaan UUD NRI 1945 yang mengamantkan bahwa pemerintah harus mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun, sebelum merevisi UU Sisdiknas, pemerintah dan DPR menyepakati harus dibuat blue print sehingga munculnya yang dikenal dengan Peta Jalan Pendidikan Indonesia.
“Siapa yang bikin? Itu lembaga asing. Itulah makanya semua orang mengatakan ‘Ini kok nggak ada rasa Indonesianya’. Ya, wajar yang bikin bukan orang Indonesia,” ungkap Indra.
Namun dari perkembangan terakhir, Peta Jalan Pendidikan yang disusun ternyata belum sepenuhnya rampung. Indra yang mengaku ikut beberapa kali dalam pembahasan persiapan pembuatan draf revisi RUU di Kemendikbud Ristek mengaku heran mengapa rencana awalnya jadi berubah. Yaitu mendahulukan revisi RUU Sisdiknas.
Seharusnya, kata dia, perbaiki dulu penyusunan Peta Jalan Pendidikan Indonesia karena itulah yang akan menjadi rujukan revisi UU Sisdiknas.
“Kok tiba-tiba mau membahas RUU Sisdiknas, bahkan di rapat kerja dengan Komisi X DOR juga tercantum Peta Jalan Pendidikan dihentikan dulu, karena mau membahas RUU dulu. Nanti setelah RUU-nya selesai baru bicara Peta Jalan. Saya terkadang berpikir saya yang terlalu bodoh atau mereka hanya kepintaran,” sindirnya.
-
Regional3 hari ago
Jawaban Orang Tua Viecri soal Laporan Polisi Sopir Truk
-
Regional2 hari ago
Proyek Jalan GORR Pakai Material Timbunan Ilegal? Pengawas: Tanya Bos!
-
Nasional6 jam ago
Jokowi Dianggap Aneh Tak Tegur KSP Moeldoko yang Gugat SK Menkumham
-
Regional3 hari ago
Sopir Truk di Gorontalo Lapor Polisi Usai Dianiaya 2 Pejabat
-
Nasional3 hari ago
MK Alami Degradasi Moral Sejak Anwar Usman Jadi Adik Ipar Jokowi
-
Megapolitan3 hari ago
Kongres MAPKB Diharapkan Jadi Momentum untuk ‘Merefresh Ulang’ Keluarga Besar Betawi
-
Nasional3 hari ago
Mega Minta Ganjar Tak Sungkan Akui ‘Petugas Partai’
-
Regional3 hari ago
Kemenkumham Gelar Anugerah Paralegal Justice Award sebagai Apresiasi ke Kades/Lurah